Awal manusia yang berasal dari sebuah sel hingga menjadi manusia melewati beberapa tahapan penting hal tersebut sama dengan perjalanan manusia dalam mengembangkan suatu kajian genetik yang terpacu pada pengkodean sifat induk. Peradaban manusia telah melangkah jauh dari sekadar memahami warisan genetik sebagai rangkaian molekul tak terlihat. Â Jika dilihat lebih jauh, Â perkembangan pesat teknologi rekayasa genetika dapat menjadi transformasi besar dalam kedokteran, pertanian, industri, dan lingkungan hidup. Gen sebagai unit informasi biologis sekarang dapat dimodifikasi, disunting, dan diintegrasikan secara sintesis dalam kehidupan, sehingga bukan hanya sebagai kajian semata. Namun dalam perkembangannya terdapat etika dan regulasi yang selalu terpaku pada hakikat manusia sehingga tidak memiliki keyakinan akan suatu hal yang menyimpang akan asal usul manusia. Artikel ini mengulas secara menyeluruh implementasi genetika dalam kehidupan manusia, manfaatnya, tantangan bioetik, serta dinamika regulatif yang menyertainya.
Implementasi Genetika dalam Dunia Kedokteran
1. Produksi Insulin Rekombinan
Sebelum rekayasa genetika berkembang, pasien harus bergantung pada insulin hewan yang diekstraksi dari pankreas babi atau sapi dengan menimbulkan efek samping imunologis serta tidak efisien dalam produksi. Namun dengan kajian genetika ditemukan cara efektif hingga dapat mengisolasi gen pengkode insulin dari manusia dan memasukkannya ke dalam plasmid bakteri Escherichia coli dan membentuk DNA rekombinan. Setelah bakteri ditransformasikan dan dikultur dalam bioreaktor, mereka mampu mengekspresikan insulin manusia dalam jumlah besar. Hasilnya adalah insulin rekombinan yang jauh lebih bersih, stabil, dan biologis kompatibel bagi tubuh manusia.
2. Terapi Gen
Terapi gen dalam pengobatan X-linked SCID (Severe Combined Immuunodeficiency) yang dimana penyakit ini menyebabkan pasien tidak memiliki sistem imun yang berfungsi, sehingga sangat rentan terhadap infeksi dan memerlukan isolasi ekstrem. Melalui terapi gen, ilmuwan memodifikasi virus (vektor AAV) agar dapat membawa gen fungsional yang menggantikan gen rusak dalam sel pasien. Virus ini diinfuskan ke tubuh pasien, dan gen tersebut mulai bekerja di dalam sel imun, memulihkan fungsi kekebalan tubuh.
3. Vaksin DNA
Vaksin DNA menjadi titik penting dalam pengemabngan imunoterapi penyakit kanker, misalnya dalam kasus melanoma. Melanoma adalah kanker kulit agresif yang resisten terhadap banyak terapi konvensional. Pendekatan vaksin DNA dimulai dengan merancang plasmid sintetis yang mengandung gen pengkode antigen spesifik dari sel melanoma. Kemudian setelah dirancang plasmid dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui injeksi intramuskular dengan dibantu teknik elektroporasi agar DNA dapat masuk ke dalam sel lebih efisien. Sel-sel tubuh kemudian mengekspresikan antigen kanker secara internal yang dapat memicu sistem imun untuk mengenali dan menyerang sel tumor secara spesifik. Vaksin DNA ini bersifat aman, cepat dikembangkan, dan dapat disesuaikan dengan profil genetik tumor masing-masing pasien.
Aplikasi Rekayasa Genetika di Berbagai Sektor
Rekayasa genetika selain diimplementasikan dalam sektor kesehatan, sektor lain juga turut merasakan hasil implementasi dari kajian rekayasa genetika mislanya,
Sektor Pertanian
Teknologi rekayasa genetika telah menghasilkan tanaman transgenik yang mampu meningkatkan produktivitas dan ketahanan terhadap lingkungan ekstrem. Contohnya:
- Golden Rice
Tanaman ini direkayasa dengan menyisipkan dua gen penting yaitu gen psy dari jagung dan gen crtI dari bakteri Pantoea ananatis yang dimasukkan ke dalam genom padi untuk menghasilkan beta-karoten, prekursor vitamin A, pada bagian endosperm beras. Beta-karoten yang terkandung dalam butir padi kuning tersebut kemudian diubah oleh tubuh manusia menjadi vitamin A, yang esensial untuk kesehatan mata dan sistem imun.
- Kedelai tahan glyphosate
Tanaman ini mengandung gen CP4 EPSPS dari bakteri Agrobacterium tumefaciens, yang memungkinkan kedelai bertahan hidup meski disemprot dengan herbisida glyphosate. Dengan modifikasi yang dilakukan dapat mematikan gulma target saja, sehingga lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional yang dimana glyphosate dapat mematikan hampir semua jenis tanaman. Hasilnya adalah proses tanam yang lebih mudah, mengurangi kebutuhan pencabutan manual atau penggunaan herbisida berulang, sekaligus membuka kemungkinan pertanian berkelanjutan dengan praktik pertanian tanpa olah tanah (no-till farming).
- Jagung Bt
Jagung ini dikembangkan dengan penyisipan gen dari Bacillus thuringiensis yang menghasilkan protein toksik Cry, tanaman ini memiliki sistem pertahanan internal terhadap serangga penggerek batang seperti Ostrinia nubilalis. Saat larva hama mengonsumsi bagian tanaman, protein Cry akan mengganggu sistem pencernaannya dan menyebabkan kematian hama target tanpa membahayakan organisme lain termasuk manusia. Perkembangan dari jagung Bt sangat menguntungkan seperti dapat mengurangi kerugian hasil panen akibat serangan hama, menekan penggunaan insektisida kimia, dan meningkatkan kualitas hasil pertanian dengan pendekatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Industri
Di sektor industri, mikroorganisme hasil rekayasa digunakan untuk menghasilkan berbagai produk bio:
- Enzim industri
Enzim industri dapat direkayasa melalui modifikasi genetik pada mikroorganisme seperti Bacillus subtilis atau Aspergillus niger agar dapat memproduksi enzim dalam jumlah tinggi dan stabil di berbagai kondisi. Amilase digunakan untuk mengubah pati menjadi gula dalam industri makanan, protease membantu pemecahan protein dalam deterjen agar lebih efektif pada suhu rendah, sementara lipase digunakan dalam pengolahan lemak dan minyak.
- Biofuel
Biofuel seperti etanol dan butanol dihasilkan dari fermentasi biomassa oleh mikroba yang telah dimodifikasi secara genetik agar memiliki jalur metabolik khusus. Misalnya bakteri seperti Clostridium acetobutylicum atau ragi Saccharomyces cerevisiae dilakukan rekayasa agar mampu mengubah selulosa, limbah pertanian, atau alga menjadi bahan bakar alternatif. Proses ini mempercepat konversi substrat menjadi senyawa energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil secara signifikan yang bermanfaat secara global dan membantu perkembangan bahan bakar yang berkelanjutan
- Bahan kimia ramah lingkungan
Bahan kimia ramah linkgunan seperti plastik biodegradable diproduksi dari mikroba yang direkayasa untuk menghasilkan senyawa seperti polihidroksibutirat (PHB). Misalnya, Ralstonia eutropha direkayasa untuk menyalurkan karbon dari glukosa ke jalur biosintesis PHB. Hal tersebut mengahsilkan plastik biologis yang dapat terurai secara alami tanpa meninggalkan mikroplastik sehingga  sesuai digunakan untuk kemasan makanan dan produk konsumen, sekaligus menjadi alternatif berkelanjutan terhadap plastik berbasis minyak bumi.
Lingkungan
Rekayasa genetika di bidang lingkungan menunjukkan potensinya melalui teknik bioremediasi genetis, yaitu proses memanfaatkan mikroorganisme yang telah dimodifikasi agar mampu menguraikan polutan berbahaya secara efektif. Contohnya seperti pemanfaatan bakteri Alcanivorax borkumensis yang telah direkayasa untuk mengekspresikan enzim alkana monooxygenase secara lebih aktif. Enzim ini dapat memecah molekul hidrokarbon kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana dan tidak toksik. Dalam kasus tumpahan minyak di laut, bakteri diserbarkan langsung pada area yang terindikasi tercemar yang nantinya akan mendegradasi komponen minyak seperti n-alkana dan aromatik. Proses ini mempercepat detoksifikasi lingkungan secara biologis, mengurangi ketergantungan pada bahan penyerap kimia, dan mencegah kerusakan ekosistem laut lebih lanjut.
Etika dan Isu Sosial dalam Rekayasa Genetika
Dsiamping dari manfaat yang besar, perkembangan rekayasa genetika menimbulkan dilema etis dan sosial yang banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak seperti
1. Risiko terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Kedelai transgenik tahan glyphosate menjadi sorotan dalam isu kesehatan dan lingkungan karena meskipun menawarkan efisiensi budidaya, terdapat potensi dampak ekologis dan residu kimia. Gen CP4 EPSPS dari Agrobacterium tumefaciens membuat tanaman ini mampu bertahan terhadap herbisida, namun penggunaan glyphosate yang intensif dapat menyebabkan akumulasi residu dalam tanah dan air serta gangguan pada mikroorganisme tanah. Di sisi lain, ada risiko transfer gen ke gulma melalui persilangan alami, menciptakan "superweed" yang sulit dikendalikan, sehingga justru meningkatkan kebutuhan herbisida lebih toksik. Kondisi ini menekankan pentingnya evaluasi jangka panjang, praktik pertanian terpadu, dan regulasi yang bijak dalam penerapan organisme transgenik.
2. Isu Paten dan Kepemilikan Gen
Paten gen seperti BRCA1 dan BRCA2, yang berkaitan dengan risiko kanker payudara dan ovarium pernah diklaim oleh perusahaan bioteknologi sebagai bagian dari hak eksklusif atas metode deteksi genetik. Hal ini memunculkan kontroversi karena menjadikan informasi biologis yang secara alami ada dalam tubuh manusia sebagai kepemilikan komersial, sehingga membatasi akses laboratorium lain dalam menyediakan tes diagnostik yang lebih murah.
3. Kontroversi GMO
Walaupun berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa GMO seperti jagung Bt dan kedelai tahan herbisida tidak menimbulkan efek toksik langsung, kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang seperti alergi, gangguan metabolik, dan akumulasi kimia tetap menjadi perhatian. Selain itu, dominasi perusahaan besar dalam pengembangan GMO memunculkan kecemasan tentang monopoli benih dan eksploitasi petani kecil.
4. Bioetika dalam Pengeditan Gen Manusia
Pengeditan gen embrio manusia menggunakan teknologi seperti CRISPR-Cas9 membuka kemungkinan koreksi mutasi genetik sebelum kelahiran yang dapat mencegah penyakit bawaan. Namun, intervensi pada tahap ini melibatkan modifikasi garis keturunan, sehingga perubahan dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Hal tersebut memunculkan kekhawatiran praktik "bayi desain", di mana gen anak dapat disesuaikan untuk preferensi estetika, kecerdasan, atau potensi lainnya, menimbulkan risiko diskriminasi genetik dan ketimpangan sosial. Karena dampaknya bersifat luas dan permanen, banyak masyarakat paham ilmu menekankan bahwa pengeditan gen embrio sebaiknya ditunda hingga terdapat regulasi ketat, kajian risiko komprehensif, dan konsensus etis global yang menjamin keamanan dan keadilan dalam penerapannya.
Regulasi dan Kebijakan Rekayasa Genetika
Dalam menimbang masalah yang dapat ditimbulkan dari perkembangan rekayasa genetika dicetuskannya regulasi dalam mengatur hal ini
1. Regulasi Nasional dan Internasional
Negara seperti Amerika Serikat memiliki kerangka regulatif yang mencakup FDA (makanan dan obat), USDA (pertanian), dan EPA (lingkungan). Di Uni Eropa, regulasi terhadap GMO sangat ketat dan mewajibkan uji keamanan lingkungan serta pelabelan yang jelas. Indonesia melalui BPOM dan Kementan mulai memperkuat pengawasan produk rekayasa genetika melalui PP No. 21 Tahun 2005.
2. Pelabelan Produk GMO
Salah satu kebijakan penting adalah kewajiban pelabelan produk yang mengandung GMO. Tujuannya adalah memberi hak kepada konsumen untuk memilih, dan meningkatkan transparansi. Namun, masih terjadi perbedaan standar dan penerapan antar negara.
3. Pengawasan Eksperimen Genetik
Dengan munculnya teknologi seperti CRISPR, pengawasan terhadap eksperimen genetik, terutama pada embrio dan sel germ-line, menjadi semakin penting. Banyak negara mulai merumuskan kode etik dan badan pengawas, termasuk melibatkan komunitas bioetika dan ilmuwan multidisipliner untuk mencegah penyalahgunaan teknologi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI