Pada akhirnya, permasalahan akan kekerasan antara atnis Rakhine dan Rohingya merupakan permasalahan yang berasal dari ketegangan yang sudah ada di masa lampau.Â
Tidak ada penjelasan tunggal yang dapat secara utuh menjelaskan munculnya ketegangan ini. Ia muncul oleh karena berbagai dinamika yang terjadi di Myanmar. Pertama adalah karena kurangnya rasa percaya antara masyarakat Rakhine dengan Rohingya yang berasal dari berbedaan kultur dan agama serta hubungan antagonistik yang panjang antara keduanya.Â
Selanjutnya adalah karena adanya kebijakan-kebijakan kolonial dan poskolonial yang tidak bersifat inklusif menyebabkan kecemburuan sosial.Â
Terakhir, yakni munculnya pandangan-pandangan akan Islam ekstrim yang menimbulkan adanya sentimen-sentimen anti Islam di Myanmar sehingga muncul friksi dalam masyarakat yang pada akhirnya menghadirkan konflik kekerasan antara kedua belah pihak. Walaupun begitu, terdapat satu penyebab yang bertanggung jawab akan munculnya konflik ini, yakni pertanyaan akan asal-usul.Â
Pertanyaan apakah masyarakat Rohingya dapat dikatakan masyarakat Myanmar juga berangkat dari fakta bahwa pemerintah Myanmar hanya mengakui etnis yang telah ada sebelum aneksasi Inggris di Myanmar pada 1823.Â
Asal-usul dari etnis Rohingya sendiri masih abu-abu, masyarakat Rohingya percaya bahwa mereka ada berabad-abad sebelum Inggris karena kedatangan bangsa Arab, sedangkan pemerintah Myanmar dan masyarakat Rakhine melihat Rohingya sebagai imigran Bangladesh.
Referensi
Huntington, S. P., 1993. The Clash of Civilizations?. Foreign Affairs, 72(3), pp. 22-49.
Kipgen, N., 2013. Conflict in Rakhine State in Myanmar: Rohingya Muslims' Conundrum. Journal of Muslim Minority Affairs, 33(2), pp. 298-310.
Mahmood, S. S., Wroe, E., Arlan, F. & Leaning, J., 2016. The Rohingya people of Myanmar: health, human rights, and identity. The Lancet Review, 389(10081), pp. 1-10.
Thawnghmung, A. M., 2016. The politics of indigeneity in Myanmar: competing narratives in Rakhine State. Asian Ethnicity, pp. 1-21.