Mohon tunggu...
Joshua  Tegar
Joshua Tegar Mohon Tunggu... Freelancer - just my two cents

Seorang mahasiswa aktif prodi Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia yang mencintai hal- hal seni, terutama musik.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hacktivism dan Hacking Ethos, Sebuah Kajian Singkat

8 Juli 2019   10:26 Diperbarui: 8 Juli 2019   10:36 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pada awal perkembangan teknologi, setiap hacker memiliki ethos atau kode etik tersendiri. Namun, mulai pertengahan tahun 1980an, status dan eksistensi dari kode etik hacking itu mengalami penurunan, karena stigma dari grup oposisi, dan oleh karena hacker itu sendiri yang mulai berfokus menggunaan hacking, murni sebagai suatu teknologi, bukan lagi didasari oleh politik atau hal filosofis (Taylor, 1999 dalam Wall, 2001).

Levy (1984) dalam Wall (2001) mengungkapkan manifesto yang dapat digunakan untuk memahami kode etik hacker secara umum yakni; setiap orang berhak untuk mengakses komputer secara penuh tanpa ada batasan; setiap informasi haruslah gratis; jangan percayai pemegang otoritas- promosikan desentralisasi; hacker haruslah dinilai dari hasil hackingnya, bukan melalui kriteria seperti usia, jabatan, ras, atau pendidikan; kita dapat membentuk seni dan keindahan melalui komputer; komputer dapat mengubah hidup menjadi lebih baik. Manifesto Levy ini dapat menggambarkan kode moral dan filosofi politik dari hacking secara umum.

Pada tahun 1990an, konsep hacktivist mulai muncul dan dikenal sebagai hacker yang menggunakan komputer dan dunia maya sebagai aksi politis (Wall, 2001). Hacktivist sendiri berasal dari kata hack dan activism, sehingga dapat dipahami bahwa hacktivism aksi 'demonstrasi' di dunia maya menggunakan yang teknik hacking. 

Hacktivist (orang yang melakukan hacktivism) berbeda dengan tipe hacker yang lain, karena motivasi mereka melakukan hacking didasari oleh keinginan untuk mencapai perubahan sosial, bukan untuk mencari keuntungan semata (Mikhaylova, 2014). 

Hacktivist sendiri memiliki kode etik yang hamper sama dengan kode etik hacker pada masa awal, seperti yang dijelaskan dalam manifesto Levy. Mereka secara langsung tidak menargetkan masyarakat umum, namun menargetkan pihak komersil- industri atau pemerintahan yang ingin "menguasai internet" (Manion dan Goodrum 2000). 

Sehingga tidaklah mengejutkan bahwa hacktivist dianggap pemerintah dan media sebagai "penjahat" dan merupakan ancaman bagi masyarakat. Metode dari hacktivism sendiri dapat berupa website mirroring, geo- bombing, Ddos, Website defacement, dll.

Pada intinya, hacktivist adalah seorang hacker yang memiliki kode etik dan moral seperti hacker pada masa awal, dan inti dari kegiatan hacktivist sendiri adalah untuk mengungkapkan pendapat. Saya (penulis) sendiri melihat hacktivism sama seperti fenomena demonstrasi pada umumnya, namun terjadi di dunia maya dengan metode dan kode etiknya sendiri.

Sumber refrensi:

Mikhaylova, G. (2014). The" Anonymous" Movement: Hacktivism as an Emerging Form of Political Participation.

Manion, M., & Goodrum, A. (2000). Terrorism or civil disobedience: toward a hacktivist ethic. ACM SIGCAS Computers and Society, 30(2), 14-19.

Wall, D. (Ed.). (2003). Crime and the Internet. Routledge.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun