Lagi-lagi petualanganku menggila. Apalagi karirku sebagai pegawai di sebuah bank perkreditan rakyat makin mentereng. Banyak perempuan takluk, bahkan mengejar-ngejarku.
Nasib kamu?
Sama sekali tak kupedulikan lagi. Meski kedua mbakmu sering mendamaikan kita. Ya hubungan kita hancur. Kamu nangis-nangis, aku semakin menjauhimu. Aku sering ngapeli banyak perempuan.Â
Kamu tahu, salah satunya ponakan wakil bupati yang kuapeli. Dan kini perempuan itu telah memberikan keturunan dua bocah balita perempuan.
Mungkin kali ini kamu dan kedua mbakmu merasa menang. Kalian pasti menertawakanku. Kenapa?
Seiring berjalannya waktu, bank tempat kerjaku gulung tikar. Ada korupsi besar-besaran di sana. Alhasil aku tak lagi menjadi pegawai sukses lagi.
***
"Mas, sapinya dikombori dulu sana! Trus nanti aku mau ke kondangan ya! Jangan lupa, anak-anak dimandikan dan disuapi," suara perempuan menyadarkan aku pada lamunanku tentangmu.
Ya, aku sekarang nggadhuhke sapi. Tampilanku tak elegan lagi seperti saat menjadi pegawai bank. Aku mengenakan kaos lusuh, rambut panjang tak karuan.Â
"Ya, bune..."