Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Sang Ustaz

25 Agustus 2019   07:35 Diperbarui: 25 Agustus 2019   07:38 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menjadi ustadz yang cukup jam terbang seperti saat ini membuat aku bersyukur. Apalagi ada istri yang setia mendampingiku dari nol. Anak- anak yang semoga juga sholih dan sholihah.

Sebelumnya aku tak pernah berpikir bahwa jalan hidupku berjalan mulus. Sekali lagi pasti ada andil istri yang tulus mendoakanku. Juga mendukungku meski di saat- saat tersulit dalam hidupku.

Oleh karenanya aku tak patut jika menyakitinya. Di saat susah dia rela berpura- pura bahagia bersamaku meski hatinya menangis, tak mungkin saat ekonomi mulai membaik aku membuatnya menangis pilu lagi. 

Sebagai orang yang sering membimbing umat untuk menjadi umat yang berpegang pada tali Allah, maka aku harus menjadikan diri sebagai teladan juga. Jangan sampai ada istilah gedhang woh pakel, bisa menasehati orang sementara diri sendiri berperilaku lebih buruk dari jamaah pengajian.

Pikiran dan tenaga kucurahkan untuk umat. Dalam mengisi pengajian pun tak ada tarif tertentu. Bahkan jika ada waktu dan panitia pengajian mengundangku untuk mengisi acara aku akan ikhlas mengisi acara meski tanpa dibayar.

Istriku juga tak pernah memprotes aktivitas dakwahku itu. Baginya kami sudah diberi kemudahan untuk menjemput rezeki dari jalan lain.

"Dakwah itu jangan untuk mencari penghidupan, pakne..."

"Iya, bu. InsyaAllah. Allah akan memberi rezeki yang tak terduga untuk kita..."

"Aamiin. Yang penting pakne istiqomah berdakwah. Trus nggak neko- neko juga..."

Aku tersenyum. Kucium kening istriku. Kuusap bahunya pelan. Aku paham maksud istriku itu. Aku harus menjaga hati, jangan mentang- mentang menjadi ustadz lalu aku begitu mudah melabuhkan hati lagi pada perempuan lain.

Poligami. Sudah ada aturan jelas bagi lelaki yang ingin poligami. Dan tak satupun persyaratan yang bisa kupenuhi. Pertama, izin dari istri sudah jelas tak kudapatkan. Dari perkataannya tadi sudah jelas menyiratkan kalau aku tak diberi izin. Lagipula aku tak mau memperberat diri sendiri dengan berpoligami. 

Banyak pihak yang tak memahami poligami akibat perilaku beberapa orang yang menganggap poligami itu mudah dan cenderung menyakiti perempuan. Banyak yang tak tahu sejarah poligami itu sendiri.

Poligami bisa dikatakan untuk menghormati kaum perempuan. Kenapa? Zaman nabi dahulu, lelaki menikah dengan banyak perempuan itu biasa. Sehingga muncul wahyu pada nabi untuk lebih menghormati perempuan waktu itu.

Para sahabat hanya boleh menikahi maksimal 4 perempuan. Itupun dengan alasan membantu perempuan, terutama janda yang renta. Bukan menikahi perempuan yang lebih muda dari istri pertama, atau dengan kata lain tak boleh menikah dengan perempuan demi kepentingan nafsu.

***

Pesan istriku selalu aku ingat. Apalagi di saat cobaan seperti saat ini. Aku dipertemukan lagi dengan perempuan yang pernah kulamar di masa mudaku. Akan tetapi orangtuanya menolak lamaranku. Maklumlah secara ekonomi aku belum memiliki apapun untuk membahagiakannya.

Kemudian perempuan itu dilamar lelaki lain. Lelaki itu jelas lebih mentereng. Ekonominya sudah tak diragukan lagi. Karenanya, tak diragukan lagi kalau lelaki itu diterima oleh keluarganya. Menikahlah mereka. 

***

"Aku akan bercerai..."

Perempuan itu mulai bercerita di biro umrah yang kukelola bersama beberapa rekanku.

"Aku tak mungkin memberi keturunan bagi suamiku..."

Perempuan itu bercerita kalau dirinya akan diceraikan sang suami. Alasannya mereka belum dikaruniai buah hati. Berbagai cara sudah dilakukan untuk terapi agar bisa hamil. Namun nihil hasilnya. Aku hanya bisa menasehatinya untuk mempertahankan rumah tangganya dan bersabar.

Aku tak mau terlibat lebih jauh dengan rumah tangga perempuan itu. Apalagi istriku dan anak- anakku sudah mempercayaiku. Pantang bagiku untuk mengkhianati keluarga kecilku. 

Nasehat- nasehat kusampaikan pada perempuan itu. Bukan lewat pesan WA, SMS, atau sosmed lainnya. Kutulis nasehatku lewat kajian yang dimuat di koran lokal.

Perempuan itu masih terus menghubungiku. Terakhir dia menginginkan berumrah melalui biro perjalanan haji dan umrah yang aku kelola. Aku menolak perempuan itu. Aku ingin melakukan umrah dan membimbing umat karena tujuan beribadah. Bukan urusan lain. Apalagi urusan perempuan yang pernah hadir di hatiku.

Bisa- bisa keimananku jebol. Betapa hancur istri dan anakku jika aku menodai kepercayaan mereka. Aku hanya manusia, jika sering bertemu dan berkomunikasi dengan perempuan itu bisa jadi malah CLBK, kata anak muda sekarang.

"Kalau dia keukeuh ikut biro kita, aku pastikan tak berangkat ke tanah suci..." terangku pada rekan di biro umrah-ku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun