Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mas Mumtaz

24 Agustus 2019   08:47 Diperbarui: 24 Agustus 2019   08:53 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini aku diamanahi untuk mendatangi Sosialisasi Gunungsewu UNESCO Global Geopark oleh Kepala Sekolah. Sosialisasi ini sebagai lanjutan dari sosialisasi tahun- tahun sebelumnya.

Aku tentu sangat senang dan memanfaatkan kesempatan untuk belajar demi anak didik juga. Dalam kegiatan itu aku berinteraksi dengan guru- guru dari beberapa kecamatan yang sama- sama belajar tentang daerah kami.

Bersama mereka, aku melupakan sejenak permasalahanku dengan mas Mumtaz. Lebih tenang dan bahagia ketika bertukar pikiran dan berkomunikasi dengan mitra kerja. Ya...aku terlalu lelah karena rumitnya kisahku dan Husna, anakku, dengan ayahnya. 

Akhirnya kutemukan tempat dan kegiatan yang bisa meringankan bebanku. Lega rasanya. Apalagi di kegiatan itu aku bertemu muridku yang kini telah menyusulku menjadi guru di sekolah lain, Erik namanya. Bahagia rasanya karena aku pernah menjadi teman belajarnya. 

"Masih mengajar di SMP jugakah, bu Putri?"

Alhamdulillah lelaki yang dulu menjadi muridku, sudah besar dan ingat gurunya. Ah iya. Dulu aku juga mengajar di sebuah SMP juga, beberapa tahun. 

"Sudah tidak lagi, dik. Sudah capek bagi waktu..."

Lalu kami mengenang kisah saat siswaku masih SMP. Guru- guru yang sudah almarhum, sudah purna tugas dan sebagainya. Tak lupa mengenang kenakalan siswa seangkatan Erik.

Kebiasaanku sekarang kalau bertemu murid atau siswaku kupanggil "dik", siapapun dia.

"Bu Putri, minta foto ya, bu. Buat kenangan dan kukirim ke grup alumni..."

Kuanggukkan kepala. Kuminta tolong Bu Par untuk memotret aku dan Erik. 

"Terimakasih, bu Put.."

"Iya. Sama- sama. Tolong dikirim ke kontakku ya, dik..."

"Oke, bu. Kula kirim sakniki nggih..." (Kukirimkan sekarang ya, bu...)

Tak lama notif WA dari Erik, yang nomor kontaknya sudah kusimpan, muncul. Kulihat simbol kamera di beberapa chatnya.

Kubuka pesan japri Erik. Beberapa foto bersamanya. Kulihat Erik memang sekarang tinggi. Dan melihat fisikku yang tak terlalu tinggi, dari foto itu terkesan kalau aku dan Erik seperti kakak beradik.

Kupilih sebuah foto lalu kuunggah pada status WA. Tanpa keterangan atau caption. Akibatnya pesan- pesan masuk ke kontakku. 

Bu Fika yang menjadi teman sekantor Erik langsung menscreenshot foto dan mengunggah ulang foto itu. Maksudnya sih ngerjai Erik. Selama beberapa tahun mengajar, Erik belum berani menikahi pujaannya. Bahkan memajang foto pujaannya saja tak berani.

"Kata Pak Erik malu kalau majang foto perempuan tapi akhirnya nggak berjodoh..." Cerita Bu Fika.

"Heehhee.. Baguslah. Nggak perlu dipajang di statusnya. Cukup dipajang di hatinya saja...Eaaaa..." balasku.

Sementara chat lain juga bermunculan. Yuni, sepupuku juga mengirim pesannya. Karena yang dia tahu aku jarang sekali mau berfoto dengan lelaki, meski aku lama ditinggal mas Mumtaz demi menikahi perempuan lain.

"Pasti muridmu ya, mbak..."

Aku membaca pesan Yuni sambil tersenyum.

"Iya, Yun. Aku nggak mungkin berani foto sama lelaki kalau bukan muridku..."

Chat lain juga kubalas satu persatu. Juga chat dari mas Mumtaz. Dia tampaknya kesal. Chatnya tak hanya 2 sampai 5 chat. Saking aku asyik ber-chat ria dengan bu Fika

Mas Mumtaz protes karena aku foto dengan lelaki lain. Alasannya khawatir kalau nanti dilihat Husna yang sudah beranjak remaja. Husna bisa salah paham kalau melihat foto ibu bersama lelaki lain. Kejiwaan Husna bisa terganggu. 

Aku baru tersadar setelah diprotes Mas Mumtaz. Sumber kebahagiaan Husna itu ibu dan ayahnya. Aku bisa saja menyakiti hati Husna. Ah...untunglah sekarang hari Rabu, HP Husna aku yang pegang.

Buru- buru kuhapus story di WAku.

**

Bakda Asar aku sampai rumah. Di teras ada mas Mumtaz dan Husna. Husna menyambut kepulanganku seperti biasa.

"Dari tadi ayah diam saja. Pegang HP terus, tak seperti biasanya. Ayah kenapa ya, bu? Jadi kelihatan jelek begitu..." Bisik Husna setelah menyalami dan mencium tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun