Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perjodohan (1)

19 Desember 2018   09:07 Diperbarui: 24 Juli 2020   08:10 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict: weheartit. com

Prolog

Di masa kecil aku sering menghabiskan waktu di kampung ayahku bersama teman- teman kecilku di sana. Terutama ketika libur tiba. Ketika bermain bersama teman- teman di kampong aku bertemu sosok Mas. Aku tak tahu namanya. Aku hanya berharap bertemu dengannya entah untuk berbahagia dengannya ataukah tidak. Akan tetapi di masa dewasaku aku harus menerima kenyataan bahwa aku akan dijodohkan dengan orang kampung yang sama sekali tak kukenal.

Bagian 1


Aku menolak mentah-mentah keinginan orangtuaku untuk menjodohkan aku dengan seorang pria yang tak ku kenal sama sekali. Pria dari kampung lagi. Apa kata teman-temanku?

Aku mahasiswi paling gaul di kampus. Pastinya kekinian. Segala hal yang paling tren pasti aku ikuti. Aku jadi kiblat mahasiswi lain dalam hal tren mode. Tapi memang semua itu tak aku imbangi dengan prestasi akademik yang baik. Aku tak mementingkan itu. Toh aku anak tunggal. Orangtuaku orang kaya. Hah... Mau apa lagi ? Buat apa aku belajar keras...


Akibat dari perbuatanku aku belum kunjung menuntaskan banyak mata kuliah. Banyak nilai D bahkan E. Sementara teman-temanku tak banyak mengulang materi perkuliahan. Ada juga yang sudah wisuda beberapa bulan yang lalu. 


Orangtuaku jadi kesal padaku. Dan akhirnya keluar keputusan orangtuaku untuk menjodohkan aku dengan pria asing. Kuliah saja belum selesai malah mau dinikahkan.


"Pokoknya kami mau menikahkan kamu dengan Fahri.." ayahku memberitahukan keinginannya. Aku memprotes keras.


"Apa-apaan ayah ini... Aku saja belum selesai kuliah. Kok malah mau dinikahkan. Gimana kuliahku nanti...?"


"Kamu sendiri saja tak bisa mempertanggungjawabkan kuliahmu pada kami. Lebih baik tak kuliah saja. Menikah terus di rumah. Jadi ibu rumah tangga. Siapa tahu kamu bisa lebih menghargai diri kamu. Biar lebih mandiri..."


"Tapi kenapa musti dengan orang kampungan itu? Tak bisakah ayah mencarikan jodoh lain. Anak dari teman ayah di kota yang sukses kan banyak...", Aku masih terus protes.


Ayah tak menjelaskan lagi kepadaku. Aku benar-benar kesal. Aku membanting HP terbaruku. Sementara ibuku hanya diam. Beliau tak banyak bicara. Apabila ayah sudah berkata demikian, ibu pun tak bisa menolak. Benar-benar isteri shalihah. Tapi aku tak suka padanya.


"Kok ibu tak membelaku?" Tanyaku dengan suara tinggi.


Ibu menghela nafas panjang. Digelengkan kepalanya. Mungkin beliau juga merasa aku keterlaluan.


"Kami ingin kamu lebih mandiri, Sinta..."


"Mandiri apa? Lihatlah Bu... Kita sudah punya segalanya. Rumah, mobil, motor, tanah .. semua ada. Mewah lagi. Untuk apa mandiri? Toh nanti bisa perintah pembantu..."


"Nah... Itulah yang menjadi kekhawatiran kami, Sinta. Kamu sudah dewasa. Usia sudah 24 tahun. Belum lulus juga. Apa-apa hanya perintah sama simbok Atun. Ibu saja masih sering melakukan banyak hal sendiri selama bisa ibu lakukan sendiri..."


"Itu salah ibu!" Seruku. Aku segera keluar rumah. Aku ingin pergi dari rumah ini. Aku tak sudi hidup di rumah ini. Ayah ibuku tak berpandangan modern. Kolot sekali mereka. Tak mau mengerti keinginan putri semata wayangnya.

***Bersambung***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun