"Iya, sayang. Kita akan pulang. Tapi nunggu kondisimu baikan dulu ya...", Aku mencoba untuk menghibur dan menenangkan kekasih halalku itu.
"Tapi aku...", Kusentuh bibir Sherly dengan telunjukku, isyarat agar dia tenang dan tak melanjutkan pembicaraannya.
"Sayang, yang kita pikirkan itu kamu sehat dulu. Nggak usah mikir macam-macam. Ada aku yang akan menemanimu, menjaga dan menguatkanmu..."
Kuraih piring yang tadi diletakkan di meja sebelah tempat tidur ruang inap Sherly.
"Kamu makan dulu ya, sayang. Biar badanmu nggak kurus kayak gini..."
"Aku mikirin kamu terus, mas. Kamu tak pernah menelepon. Merespon WAku pun tidak. Padahal aku ingin cerita banyak tentang kehamilanku. Aku ingin memberikan kejutan untukmu malam itu, tapi ternyata...", Sherly tak melanjutkan kalimatnya.
"Iya, sayang. Maafkan aku ya. Aku tak mengindahkanmu. Sungguh aku minta maaf. Kamu mau memaafkan aku kan?"
Hatiku merasa lega setelah aku meminta maaf. Apalagi ketika dia menganggukkan kepalanya dan kembali tersenyum.
Takkan kusia-siakan lagi dirinya yang lama kunantikan untuk menjadi belahan jiwaku.
***selesai***
---