Mohon tunggu...
Jonter Sitorus
Jonter Sitorus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jonter Pandapotan Sitorus, kelahiran Pematang pao 1 oktober 1986. Mari Kita Berkarya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Transisi Eksistensi “Lapo Tuak”

18 Agustus 2013   21:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:09 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah di antara kita yang pernah mendengar kata “Lapo Tuak”? mungkin sebagian besar di antara kita pernah mendengarnya. Bahkan lebih jauh lagi, kita pernah duduk santai di “Lapo Tuak”. Mendengar kata Lapo Tuak sering diasumsikan tempat minum khusus suku Batak, khususnya Batak Toba. Sesuai namanya, Lapo berarti kedai, sedangkan Tuak berarti sejenis minuman olahan air nira kelapa dengan campuran kulit kayu sebagai penambah rasa alkohol pada tuak sehingga semakin menghidupkan rasanya. Orang Batak menyebutnya dengan istilah raru.

Kembali pada pembicaraan Lapo Tuak. Akhir-akhir ini eksistensi Lapo Tuak sudah mengalami penilaian yang beragam. Ada yang menganggap Lapo Tuak menjadi tempat kerusuhan dan ada juga menganggap bahwa Lapo Tuak menjadi tempat bertukar pikiran. Memang kedua pendapat di atas boleh saja benar boleh juga salah. Tergantung dari sudut mana orang memandangnya. Untuk itu, sebelum kita menilai eksistensi Lapo Tuak ada baiknya memahami alasan-alasan penyebab kedua pendapat itu mencuat.

Dari pendapat pertama, Lapo Tuak sebagai tempat kerusuhan. Pendapat ini memang tidak bisa dimungkiri. Sebenarnya yang salah bukan tempatnya, melainkan orang-orang yang minum di Lapo Tuak. Orang-orang yang minum di Lapo Tuak tidak dapat membatasi diri sehingga menyebabkan kemabukan. Lapo Tuak sendiri tidak jauh ubahnya dengan tempat-tempat minuman lainnya seperti diskotik, bar, dan lain-lainnya. Perbedaanya hanyalah pada bentuk kemasan tempat saja. Namun, secara eksistensinya sama-sama tempat menjajakan minuman. Tempat-tempat seperti inilah yang sering kita dengar dalam pemberitaan media massa bahwa banyak terjadi perkelahian gara-gara sudah mabuk akibat minuman keras. Untuk itu, seyogianya kebijakan yang telah dibuat tentang minuman keras sebaiknya lebih ditingkatkan lagi dalam hal pengawasannya.

Pendapat kedua, Lapo Tuak sebagai tempat bertukar pikiran. Pendapat ini boleh saja benar. Alasanya adalah bahwa keberadaan Lapo Tuak harus kita pandang dari sisi masa lalu/historis. Artinya, Lapo Tuak harus kita pahami awal keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Batak. Menurut pemahaman saya, lapo Tuak hadir sebenarnya adalah jawaban atas sulitnya masyarakat Batak untuk berkumpul. Kesulitan itu sendiri akibat medan yang sulit sehingga tidak heran rumah penduduk orang batak yang satu dengan yang lainnya sangat berjauhan. Untuk itulah, Lapo Tuak dibuka. Menurut salah satu orang batak Toba, lapo tuak fungsi awalnya adalah untuk pertemuan santai membicarakan masalah-masalah adat. Dahulu, Lapo Tuak dijadikan tempat untuk mengetahui informasi atau berita dari desa yang satu ke desa yang lainnya. Misalnya saja, masalah pernikahan, masalah kematian, dan bahkan masalah-masalah yang lain seperti pertanian dan peternakan. Semuanya menjadi bahan diskusi di meja Lapo Tuak. Sembari minum tuak dengan santai sembari membahas hal-hal di atas.

Selain fungsi awal di atas, kini memang keberadaan Lapo Tuak sudah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat khususnya bagi suku Batak Toba. Sebenarnya bagi suku-suku yang lain, Tuak sendiri atau air nira kelapa juga diolah menjadi minuman tersendiri tergantung bagaimana cara mereka mengolahnya. Bahkan hasil olahan nira tersebut beragam juga namanya.

Namun, anehnya pada dasawarsa ini. eksistensi Lapo tuak sudah mengalami transisi. Fungsi Lapo Tuak sudah lebih mengarah pada dampak-dampak buruk. Lapo Tuak sendiri sudah dijadikan sebagai tempat bermabuk-mabukan, perkelahian, dan tak jarang pula berujung pada kematian. Lapo Tuak sudah dijadikan tempat ajang adu keegoisan. Merasa paling hebat khususnya dalam hal minum tuak. Bahkan lebih parah lagi, lapo tuak sudah dijadikan sebagai rumah pertama. Maksudnya, orang-orang yang minum tidak lagi pulang ke rumahnya masing-masing. Akan tetapi, tinggal dan tidur di tempat lapo tuak. Melihat hal itu, tentunya eksistensi lapo tuak sudah mengalami transisi. Pertanyaannnya sekarang adalah “mungkinkah Lapo tuak akan kembali pada fungsi awalnya?”.

Dari tulisan ini, sebenarnya saya tidak memprovokasi bahwa lapo tuak itu sepenuhnya baik dan sepenuhnya juga buruk. Namun, saya sendiri hanya mencoba mengungkapkan realita di lapangan. Semoga dengan adanya tulisan ini akan memberi opini-opini baru dari para pembacanya. Sebelumnya terima kasih atas saran, sanggahan, atau kritikan Anda.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun