Mohon tunggu...
Jonny Sinaga
Jonny Sinaga Mohon Tunggu... pembelajar -

warga negara Indonesia yang selalu bahagia dan berupaya berbuat yang terbaik untuk negeri, terutama untuk rakyat kecil, walaupun tidak ada yang melihat atau menghargai.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kenangan Empat Tahun Lalu

10 Agustus 2018   16:28 Diperbarui: 10 Agustus 2018   16:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mengikuti pengumuman Calon Presiden dan calon Wakil Presiden RI untuk tahun 2019-2024 sejak kemarin menyita perhatian kita semua. Itu menunjukkan kedewasaan kita berdemokrasi sudah semakin matang.

Di tengah hiruk pikuk pencalonan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, menyenangkan mengingat kembali suasana demokrasi di Indonesia empat tahun lalu. Kita masih ingat betapa serunya  persaingan antara pasangan Jokowi-JK dan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.  Namun saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tanggal 20 Oktober 2014, semuanya menjadi mencair dan bersatu sebagai bagian dari Indonesia.

Pagi itu Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)  Zulkifli Hasan menunjukkan dirinya memang pantas sebagai pimpinan majelis itu. Ada kebanggaan bagi rakyat Indonesia ketika Zulkifli Hasan membacakan tamu-tamu asing yang menghadiri acara pelantikan itu seperti PM Australia, Menlu AS, dll. Itu saja menunjukkan dunia pun ikut mengakui pentingnya Indonesia.

Ketua MPR juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden SBY dan Wakil Presiden Budiono yang telah berbuat banyak selama sepuluh tahun terakhir. Bahkan itu bisa menjadi kebiasaan atau konvensi kenegaraan yang baik di mana presiden lama (SBY) mempersilakan presiden baru (Joko Widodo) untuk duduk di kursi presiden yang sebelumnya diduduki presiden lama; demikian juga dengan wakil presiden.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang sering muncul di media sangat bermusuhan dengan kubu Joko Widodo, ternyata dalam acara pelantikan pagi itu menunjukkan senyum yang menunjukkan persahabatan. Prabowo yang sering tampil berbeda pandangan mengenai hasil pemilihan presiden, ternyata kalau sudah menyangkut persatuan Indonesia, bersedia datang dan mengikuti acara pelantikan presiden dan wakil presiden pagi itu. Para mantan presiden dan mantan wakil presiden jarang kita lihat bersama dalam suatu acara, tapi pagi itu mereka muncul bersama.

Doa yang dipanjatkan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yakni agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan hikmat dalam menghadapi perbedaaan dan keragaman Indonesia benar-benar menjadi inti dari jiwa acara pelantikan presiden dan wakil presiden pagi itu.

Mungkin itu hanya bisa terjadi di Indonesia dan karena kita orang Indonesia. Para tamu asing yang mengikuti acara itu mungkin akan mengatakan memang Indonesia unik dan itu hanya bisa terjadi di Indonesia.

Melihat acara pelantikan presiden dan wakil presiden tanggal 20 Oktober 2014 itu semakin menunjukkan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia itu memang berbeda. Namun walaupun berbeda dalam banyak hal seperti agama, kepercayaan, politik, suku, ras, status sosial, latar belakang, asal usul, dan lain-lain; tapi kalau sudah menyangkut negara dan bangsa, maka semua rakyat Indonesia itu bisa bersatu padu.

Dalam pidatonya Presiden Jokowi saat itu mengatakan rasa hormatnya kepada para mantan presiden dan wakil presiden yang hadir yakni Prof Dr. BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke 3, Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5, Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9, Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia ke-6, Prof Dr Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11.

Kini akan dimulai lagi pertarungan baru antara pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024, namun kita harus tetap sadar bahwa sistem demokrasi ini berasal dari negara lain dan bahwa kita dulu pernah dijajah bangsa lain lebih dari 350 tahun karena kita tidak bersatu, dan saling menjatuhkan. 

Kita juga perlu ingat juga pada akhirnya kita perlu bersatupadu untuk membangun negeri yang kaya kandungan buminya, indah alamnya, banyak orangnya, serta ramah dan damai sikapnya masyarakatnya ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun