Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Suka Menulis dan Tertarik Pada Literasi, Politik dan Pemerintahan, Sosial Budaya, Lingkungan dan Literasi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Cerita dari Kampung di Papua: Kontestasi Politik dan Keterpecahan Sosial

7 Februari 2024   12:56 Diperbarui: 21 Maret 2024   20:23 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok (Fb)Juliana Lince. Salah satu foto pada momen pelantikan kepala kampung secara serentak di kabupaten maybrat, 09/01/2024. 

Oleh : Jonny Ricardo Kocu*

Artikel ini mencoba memotret kondisi kehidupan masyarakat kampung di Papua, yang jarang dibicarakan dalam proses politik di kampung, seperti pemilihan kepala desa atau kampung, yakni keterpecahan sosial. Karena banyak diskursus hanya berfokus pada prases demokrasi elektoral, strategi merebut kekuasaan, dan keberhasilan secara kuantitas kebijakan tersebut. 

Namun, artikel ini berupaya menampilkan cerita sekaligus mendiskusikan, alih-alih merefleksikan kontestasi politik dan keterpecahan sosial.

Cerita dari Kampung

Saat itu kira-kira pukul 12 siang WIT, panitian pemungutan suara di kampung membacakan hasil perolehhan suara, antara pasangan A dan B di kampung G (Nama Calon kepala kampung dan nama kampung, saya samarkan karena berbagai pertimbangan etis). Di kampung G, hanya terdapat dua pasangan calon kepala kampung, yang berupaya merebut hati dan suara rakyat. 

Ketika itu, saya duduk di luar ruangan (balai Kampung), berlindung di bawah bayang-bayang pohon dari teriknya matahari saat itu. Cuaca hari itu, cukup cerah dan panas di tanah Maybrat. Bukan saja suhu yang panas, tapi suasa politik juga mulai memanas. 

Suasana yang panas bukan saja terasa dalam tubuh, tapi terbaca juga dalam gerak gerik manusia, bahwa akan ada potensi friksi dan konflik. Karena saat perhitungan hasil pemilihan, salah satu calon kepala kampung telah meninggalkan tempat pemilihan.

Beberapa saat kemudian, dari arah timur datanglah calon kepala kampung yang kalah, bersama keluarganya melakukan konfrontasi “ ribut-ribut atau bakalai “. 

Keributan tersebut bukan diarahkan ke calon yang menang dalam pemilihan. Melainkan diarahkan kepada mantan kepala kampung dan keluarganya. Segala caci-makian dilontarkan, beberapa ancaman bahkan sampai pembunuhan diutarakan. 

Saya dan sebagain besar warga kampung, menanggapi dengan santai, walau ada yang serius menanggapinya, dan beranggapan bahwa ini “ wajar “ kekecewaan dalam kontestasi politik, apalagi pengalaman pertama kami di kampung tersebut (secara umum di Kabupaten Maybrat) dalam menyelenggarakan pemilihan secara demokratis, dalam era UU desa, dengan kewenangan dan dana desa yang besar serta menggiurkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun