Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Issac Newton ke Emmanuel Macron

1 November 2020   13:15 Diperbarui: 1 November 2020   13:24 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kau tinjulah dinding, maka tanganmu sakit atau terkilir. Itu karena dinding membalas meninju, dan itulah hukum aksi -- reaksi. Newton's third law, untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besarnya, dan tampaknya hukum ini adalah hukum semesta. Tetapi para Fisikawan kadang terlalu arogan dengan mengatakan bahwa alam semesta patuh pada hukum ke-3 dari Newton ini.

Jadi, ketika kau menginjak bumi, sebenarnya bumi juga sedang menginjakmu.

Elemen semesta itu adalah materi dan energi, yang keduanya dapat dipertukarkan. Untuk sejumlah massa materi yang hilang, akan dibangkitkan energi yang setara, dan sebaliknya. Semesta itu terdiri dari unsur fisik Galaksi, Nebula, Bintang, Planet, Quasar, Satelit, Komet, dan belakangan Black-hole, dan lain-lain yang belum terungkap.

Dengan logika yang paling sederhana sekalipun mudah dipahami bahwa hukum aksi -- reaksi menjadi keharusan, sebab jika tidak, alam semesta pasti bubrah, atau paling tidak, alam semesta pasti tidak seperti yang kita amati sekarang.

Masalahnya adalah, apakah hukum aksi -- reaksi berlaku mutlak pada unsur non fisik? Apakah hukum aksi -- reaksi berlaku mutlak pada interaksi sosial, pada pergaulan lokal maupun internasional?.

Tentu saja berlaku, tetapi tidak mutlak. Misalnya, jika kau menanam padi maka yang kau tuai adalah padi, tidak mungkin jadi gandum. Orang yang tidak menanam tapi menuai, pastilah itu maling. Contoh lain, jika kau bekerja maka kau memperoleh upah, semakin giat kau bekerja semakin besar upahmu, semakin sejahtera kehidupan ekonomimu.

Tetapi, pada ranah sosial, apakah tinju harus dibalas dengan tinju, darah dibalas dengan darah, gigi dibalas dengan gigi, mata dibalas dengan mata, pedang dibalas dengan pedang, peluru dibalas dengan peluru, bom dibalas dengan bom, makian dibalas dengan makian, tikaman dibalas dengan tikaman, apakah harus begitu?

Jika begitu, dan memang banyak yang seperti itu, aksi -- reaksi adalah sumber kekacauan sosial, sumber dari lingkaran kekerasan turun-temurun, lingkaran setan yang tidak dapat diputus, kedamaian dan kesejahteraan sosial menjadi fatamorgana utopis yang karena itu tidak mungkin terwujud.

Ayo, asah pedangmu, kepalkan tanganmu, dan isi pistolmu. Ayo, campakkan semua hukum positif buang ke tumpukan sampah, kembalilah ke hukum rimba. Maka, sulit menggambarkan kehidupan di dunia ini akan menjadi seperti apa.

Nah, lantas, mengapakah kita masih begitu munafik berbicara tentang kedamaian, sedangkan pemahaman kita terbatas hanya pada hukum aksi -- reaksi, dan apa itu kedamaian?.

Pasti ada pendapat lain, bahwa jika aksi - reaksi itu berwujud maaf dibalas dengan maaf, hasilnya adalah kedamaian. Tetapi cermatlah, maaf dibalas dengan maaf tidak ada di realitas, dan itu bukan aksi - reaksi. Anda memaafkan saya atas tindakan saya yang mencurangi anda, anda memaafkan saya atas tindakan saya menghina dan mencemarkan nama anda, anda memaafkan saya atas tindakan saya menampar pipi anda, menjegal lutut anda.

Hukum aksi -- reaksi adalah untuk setiap aksi, balas dengan reaksi, dan harus setimpal (jika mungkin, balas dengan reaksi yang lebih keras dan lebih kejam). Aksi dari orang lain yang "memaki" kita, kita balas dengan reaksi "memaafkan", itu bukan aksi -- reaksi.

Manusia pasti lebih mudah memahami aksi -- reaksi, dan akal manusia sangat mudah memahami konsep darah ganti darah, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tetapi sangat sulit atau bahkan mungkin tidak mampu memahami frase "doakan musuh yang menganiaya engkau". Mengapa manusia sulit memahami frase "doakan musuh yang menganiaya engkau", adalah karena frase itu Firman Tuhan.

Benang merah dari Issac Newton sampai ke Macron membuktikan bahwa aksi -- reaksi akan menghasilkan kekacauan sosial, dan sekaligus membuktikan betapa sulit memahami firman untuk mendoakan musuh yang menganiaya.

Besar kemungkinan, kekerasan berikutnya akan mengikuti, lalu dibalas dengan kekerasan yang lainnya, meluas sampai jauh dari tempat awal kejadian, menimpa banyak orang yang bahkan tidak pernah tahu awal peristiwa. Dan itu sudah dimulai, tiga orang ditusuk di gereja, orang yang sama sekali tidak berkaitan dengan pemicu kekacauan.

Di suatu sudut di dunia ini, guru yang dipenggal sudah terlupakan, sungguh miris. Di sudut lainnya, yang memenggal menjadi pahlawan. Dan di sudut yang lain lagi, Macron menjadi penjahat besar. Di sudut lainnya, tindakan balasan sedang disusun entah oleh siapa. Di sudut yang lain lagi, penghinaan terhadap tokoh agama lain sedang berlangsung tiap saat.

Jika penghinaan adalah bagian dari kebebasan, sedangkan pemenggalan adalah balasan setimpal untuk penghinaan, berapa banyak lagi kepala yang mesti dipisahkan dari tubuh? Kita akan disibukkan dengan urusan penggal-penggalan.

Jika engkau merasa menghina adalah bagian dari kebebasan, maka siapkan dirimu untuk menerima penghinaan. Jika kau merasa memenggal orang yang menghinamu adalah wajar atau bahkan keharusan, maka kaupun harus dengan rela menyerahkan kepalamu dipenggal ketika kau menghina orang lain. Itu memang terlihat adil, keadilan yang mengacaukan dunia ini.

"Doakan musuh yang menganiaya engkau", meski sulit diimplementasikan karena membutuhkan kekuatan iman yang teguh, membutuhkan pengendalian emosi tingkat tinggi, tetapi sangat mudah dipahami bahwa itulah satu-satunya jalan agar kedamaian universal bisa terwujud, kedamaian bagi seluruh umat manusia, tidak ada jalan yang lain. Kehendak untuk memaafkan mesti jauh lebih besar dari emosi untuk balas dendam.

UND FRIEDE AUF ERDEN (Kar May, Freiburg, 1904)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun