Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Genius, Air Harus Dimasukkan ke Dalam Tanah

2 Maret 2020   16:48 Diperbarui: 2 Maret 2020   16:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hei, mau kemana? ....... Suka-suka gue.

Hei, dari mana? ..... Suka-suka gue.

Saat aku menyapa setetes air yang bergerak, itulah jawaban yang kuperoleh. Tentu saja ini semua saat aku tidur nyenyak sekali, mungkin ngorok, yang pasti bermimpi.

Pas bangun di pagi hari, sebelum gosok gigi, kuambil sebatang rokok kretek, nyalakan dan sedot, lalu hembuskan bebas ke udara. Sedikit kesal teringat jawaban cuek setetes air di dalam mimpiku, suka-suka gue, katanya. Dasar, udah kecil, tidak pejal, berani-beraninya menjawab gue dengan cara cuek dan menyebalkan?, awas .... kupotong-potong tubuhmu nanti, biar tau rasa. Bah, kek mana pula caranya memotong setetes air? .... bah.

Tapi, berhenti merasa kesal dan memaki, karena ternyata jawaban dari setetes air dalam mimpiku adalah jawaban paling tepat, paling benar, paling tulus, paling ikhlas, paling ilmiah, dan paling palingan lainnya. 

Saya simpulkan begitu ketika aku bertanya dalam hati, dari mana air berasal, dan hendak kemana perginya? jawabannya muter-muter. Karena air itu menjalani siklus, maka dia pergi ke tempat dia berasal, dan berasal dari tempat dia pergi. Bingung? ... ya memang begitulah yang dinamakan siklus, ekor ketemu kepala, awal bersua dengan akhir.

Jadi, ungkapan bahwa semua air akan menuju ke laut adalah separuh benar, seolah-olah laut menjadi tujuan akhir dari semua air. Karena ternyata, beberapa saat kemudian, oleh terik sang surya, air tadi kembali naik ke udara tertiup angin dan pergi menuju gunung, lantas turun menjadi air membasahi pohon dan hutan, mengalir ke sungai menuju ke laut. Lantas aku makin bingung dah. Air dari gunung mengalir di sungai menuju ke laut, apakah sedang meninggalkan tempat asalnya atau justru sedang pulang menuju tempat asalnya? Dan karena kepikiran terus, malamnya aku mimpi lagi berbincang dengan air, kali ini bukan setetes, tetapi bertetes-tetes.

Haaaai ..... kalian sebenarnya dari mana kalian datang dan hendak kemana pergi? aku bertanya sesopan mungkin, takut dihanyutkan. Walau aku terdiri dari 2/3 air, aku tetap belum mau hanyut sampai ke laut.

Kami datang dari tempat kemana kami akan pergi, dan kami akan pergi ke tempat dari mana kami datang, mereka kompak menjawab, kayak sudah ada menskenariokan. Meski mereka menjawab dengan sopan, tapi isi jawaban itu membuat kepala mumet.

Jadi aku putuskan bertanya ke air hujan. Hey, you, where are you come from?. Bah ... sok kali kau, sok berbahasa Inggris, kata hujan. Lagian apakah matamu tuli dan telingamu buta? ... katanya lagi. Matamu tidak mendengar aku saat turun, telingamu tidak melihat aku sedang terjun, artinya aku berasal dari atas, dengkulmu apakah kau taruh di otak sehingga sulit memahami ini?

Mata mendengar, telinga melihat, dengkul di otak? ... makian apa pula ini?

Aku gali tanah, hendak kutanyakan ke air di sana, mengapa dan dari mana dia datang? Sontoloyo, kata air tanah. Intruisi air laut, kata sebagian air. Rembesan air pemukaan, kata air lainnya. "Jadi kalian semua pendatang?" tanya saya. Oh ... no, kami asli warga di sini. Makin sungsang jawaban ini, makin pusing dengkulku ini. Lebih baik kutanya air jenis lain.

Dan akupun terbang, menemui air dalam uap. Tolong, aku capek, asalmu dari mana kawan?. Kau bukan kawanku, kata uap, walau kau terdiri dari 2/3 air. Yang 2/3 itu memang kawanku, tetapi 1/3 lagi musuhku. 

Sebab yang 1/3 itu adalah kebodohan, ketololan, kerakusan, ketamakan, kesombongan, ketengilan, kebiadaban, kedengkian, dan lainnyalah. Tapi baiklah bodoh, aku dari tanah, aku juga dari sungai, aku dari laut, juga dari danau, bahkan aku dari tubuhmu, aku dari kolam ikan, juga dari kolam buaya, aku dari sawah, aku juga dari kebun, semuanya oleh bantuan sinar surya yang terik. Kalau kau taruh kepala di dengkul, ini memang menjadi sulit.

Tetapi kawan, ada orang mengatakan bahwa kalau kalian turun ke bumi menjadi hujan, kalian harus dimasukkan ke tanah, tidak boleh ke laut. Sebab kata orang itu kalian berasal dari tanah, jadi harus kembali ke tanah. Aha... tadi aku dengar apa yang dikatakan air tanah, kata uap air ini. 1/3 dari kalian adalah kebodohan, ketololan, kerakusan, ketamakan, kesombongan, ketengilan, kebiadaban, kedengkian, dan lainnyalah. Itu sangat tepat.

Hei kawan, kata uap air. Berikan saya satu alasan, mengapa kau sangat peduli dari mana kami berasal, dan hendak kemana kami pergi? ... ayo ...frend ... satu saja broer, kata uap air sok akrab.

Tak bisa kujawab, maka kuputuskan untuk segera bangun, meski baru pkl 02.00 WIB. Saat terjaga, aku menyadari suatu hal, yang sudah sangat lama menghantui pikiran. Kenapa air hujan harus ke dalam tanah, tidak boleh ke laut? Ternyata itu adalah pilihan paling jenius, paling baik, paling berguna untuk:

Menimpakan kesalahan kepada semua gubernur sebelum saya, karena merekalah yang telah mengeluarkan ijin untuk mall, hotel, pasar, ruko, perumahan, jalan, show room, gedung pertemuan, gedung perkantoran. Ijin yang mereka (bukan saya) keluarkan itu menyebabkan betonisasi sampai air tidak bisa merembes ke dalam tanah. Jadi, tak ada yang bisa saya lakukan, sebab ijin sudah kadung diberikan, dan yang jelas bukan saya yang mengeluarkan ijin, meski pajaknya sekarang saya nikmati.

Hey, apakah semua mall, gedung pencakar langit itu, dan perumahan itu, harus dirobohkan untuk menjadi area terbuka agar air bisa merembes ke tanah? Tak mungkin itu kan? Kalau begitu anda paham mengapa tidak ada yang bisa saya lakukan, tentang banjir ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun