Aku gali tanah, hendak kutanyakan ke air di sana, mengapa dan dari mana dia datang? Sontoloyo, kata air tanah. Intruisi air laut, kata sebagian air. Rembesan air pemukaan, kata air lainnya. "Jadi kalian semua pendatang?" tanya saya. Oh ... no, kami asli warga di sini. Makin sungsang jawaban ini, makin pusing dengkulku ini. Lebih baik kutanya air jenis lain.
Dan akupun terbang, menemui air dalam uap. Tolong, aku capek, asalmu dari mana kawan?. Kau bukan kawanku, kata uap, walau kau terdiri dari 2/3 air. Yang 2/3 itu memang kawanku, tetapi 1/3 lagi musuhku.Â
Sebab yang 1/3 itu adalah kebodohan, ketololan, kerakusan, ketamakan, kesombongan, ketengilan, kebiadaban, kedengkian, dan lainnyalah. Tapi baiklah bodoh, aku dari tanah, aku juga dari sungai, aku dari laut, juga dari danau, bahkan aku dari tubuhmu, aku dari kolam ikan, juga dari kolam buaya, aku dari sawah, aku juga dari kebun, semuanya oleh bantuan sinar surya yang terik. Kalau kau taruh kepala di dengkul, ini memang menjadi sulit.
Tetapi kawan, ada orang mengatakan bahwa kalau kalian turun ke bumi menjadi hujan, kalian harus dimasukkan ke tanah, tidak boleh ke laut. Sebab kata orang itu kalian berasal dari tanah, jadi harus kembali ke tanah. Aha... tadi aku dengar apa yang dikatakan air tanah, kata uap air ini. 1/3 dari kalian adalah kebodohan, ketololan, kerakusan, ketamakan, kesombongan, ketengilan, kebiadaban, kedengkian, dan lainnyalah. Itu sangat tepat.
Hei kawan, kata uap air. Berikan saya satu alasan, mengapa kau sangat peduli dari mana kami berasal, dan hendak kemana kami pergi? ... ayo ...frend ... satu saja broer, kata uap air sok akrab.
Tak bisa kujawab, maka kuputuskan untuk segera bangun, meski baru pkl 02.00 WIB. Saat terjaga, aku menyadari suatu hal, yang sudah sangat lama menghantui pikiran. Kenapa air hujan harus ke dalam tanah, tidak boleh ke laut? Ternyata itu adalah pilihan paling jenius, paling baik, paling berguna untuk:
Menimpakan kesalahan kepada semua gubernur sebelum saya, karena merekalah yang telah mengeluarkan ijin untuk mall, hotel, pasar, ruko, perumahan, jalan, show room, gedung pertemuan, gedung perkantoran. Ijin yang mereka (bukan saya) keluarkan itu menyebabkan betonisasi sampai air tidak bisa merembes ke dalam tanah. Jadi, tak ada yang bisa saya lakukan, sebab ijin sudah kadung diberikan, dan yang jelas bukan saya yang mengeluarkan ijin, meski pajaknya sekarang saya nikmati.
Hey, apakah semua mall, gedung pencakar langit itu, dan perumahan itu, harus dirobohkan untuk menjadi area terbuka agar air bisa merembes ke tanah? Tak mungkin itu kan? Kalau begitu anda paham mengapa tidak ada yang bisa saya lakukan, tentang banjir ini?