Ujian Nasional dihapus? ..... saya bingung mengapa hal kecil yang sepele seperti ini bisa menjadi berita besar, bikin heboh sejumlah kalangan. Tengoklah komentar yang menanggapi berita ini, saling bertolak belakang. Setuju dan tidak setuju, jempol ke atas dan jempol ke bawah, pujian dan makian, tentu saja dengan argumen menurut kehendak dan kepentingan masing-masing. Mahluk apa sih UN ini?
Dia: Bah, Ujian Nasional kau anggap hal kecil dan sepele? ... tanya sohibku geram.
Aku: Oh ya, bahkan sepele sekali. Bayangkan, ujian itu hanya dua hari dari enam tahun belajar di SD, hanya tiga hari dari tiga tahun belajar di SMP, hanya tiga hari dari tiga tahun belajar di SMA. Coba hitung kawan, berapa persenkah itu? ... keciiiiilllllll.
Dia: Jadi kawan, maksudmu kau tidak setuju UN dihapus?
Aku: Bukan begitu kawan, yang benar saya tidak peduli. Ada atau tidak ada UN, itu tidak berpengaruh sama sekali, tidak ngefek kata anak muda milenial. Dulu UN itu tidak ada, lalu diadakan. Hasilnya, korupsi tetap menjamur, perlalulintasan di jalan raya tetap semrawut, jagad perpolitikan tetap bising dan berisik, itu sebagai contoh sederhana. Lalu mengapa saya harus peduli tentang mahluk UN yang satu ini?
Dia: Bah, kau hidup di gua selama ini ya. Lihat, betapa siswa dan orang tua mengalami stress yang sangat berat setiap menjelang UN. Apalagi ketika UN sebagai alat penentu kelulusan, bah, sampai ada yang bunuh diri kawan ... buka matamu dan lihat sekitarmu.
Aku: Jika itu alasanmu agar UN dihapus, maka semestinya setiap yang bernama ujian harus dihapus. Ujian, harian, ujian tengah semester, ujian semester, bahkan tugas rumah dari sekolah juga membuat banyak siswa stress. Ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri membuat siswa lebih stress lagi. Lantas kenapa orang-orang hanya membicarakan UN, kenapa orang-orang hanya takut pada UN?. Ayolah, hapuskan semua bentuk ujian, tugas rumah dari sekolah harus dilarang, itu semua membuat stres. Kau setuju?
Dia: Gila, benar-benar usul yang gila .... ternyata kau mendukung agar UN tetap diadakan ya.
Aku: Kau salah kawan, yang betul saya tidak perduli, sekali lagi saya tidak perduli. Kalau mau dihapus, silahkan, jika hendak dipertahankan silahkan juga. Tetapi saya tidak setuju kepada alasan untuk menghapus, juga tidak setuju pada alasan untuk mempertahankan, bahkan tidak setuju kepada alasan untuk mengganti. Stres siswa dan orang tua yang kau sebut tadi, hanya alasan yang kau karang-karang. Hanya siswa yang lembek yang tidak memiliki daya tahan dan daya juang yang menjadi stres gara-gara UN, hanya orang tua sontoloyo yang ketakutan saat anaknya menghadapi UN.
Aku: Begitu juga alasan biaya, alasan sontoloyo, sebab setiap ujian memerlukan biaya. Biaya UN yang ratusan miliar itu kalau dibagi dengan jumlah semua peserta, hasilnya akan sama dengan biaya per siswa untuk ujian semester di setiap sekolah. Lantas ... ayo tiadakan juga ujian semester.
Dia: Tetapi biaya UN itu banyak dikorupsi kawan, UN itu dijadikan proyek. Proyek ekonomi, proyek politik.