Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bisnis Ganjil Genap

9 Maret 2018   13:35 Diperbarui: 9 Maret 2018   17:14 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di warung indomie, orang-orang menyebut warung itu dengan julukan internet, akronim dari indomie telor dan nescape hitam. Entah itu memenuhi kaidah akronim bahasa orang-orang tidak peduli, yang pokok saling memahami.

Di situlah aku di sore hari nongkrong sebelum pulang bersama teman yang karyawan departemen perhubungan. Temanku ini membuka percakapan dengan mengatakan bahwa ide ganjil-genap adalah sebuah ide cemerlang mengatasi kemacetan di jalan tol, atau paling tidak mengurangi kemacetan cukup signifikan.

Tetapi saya tidak setuju ke teman ini, bagi saya itu sekedar ide frustasi, yang sekaligus dimanfaatkan untuk bisnis. Itu sekedar bisnis, saya sebut bisnis ganjil-genap.

Bah, kawan, kenapa pula kau bilang itu ide frustasi, lihat hasilnya nanti, kemacetan di jalan tol pasti berkurang sangat signifikan. Menurut hitungan kami, berkurang sampai 30% dari biasanya. Temanku membantah dengan keras.

Begini kawan, jalan tol itu seharusnya bebas hambatan, dan kalian buat baliho-baliho di pinggir tol yang menyuruh orang melaju dengan kecepatan minimum 40 km/jam dan maksimum 80 km/jam. Nah, jikalau ide ganjil-genapmu itu bisa mengurangi kemacetan 30%, aku tanya padamu, apakah itu berarti orang sudah bisa melaju minimum 40 km/jam, lalu kalau di bawah 40 km/jam berarti melanggar syarat dan kalian boleh menilang?

Saya tanya ke temanku ini. Lagi pula, kalau jalan tol sudah padat, kenapa kalian tidak menutup saja pintu masuk?, yang terjadi adalah kalian tetap membuka pintu masuk meski kepadatan sudah sampai ke pintu masuk, kalian tidak mau kehilangan duit, begitu kan?

Bah, negatif pikiranmu kawan. Apa hak kami melarang orang masuk tol?. Kata temanku ini. Bah, kalian aneh binti ajaib, kalian merasa tidak berhak melarang orang masuk tol asal saldo uang di kartu tol cukup, tetapi kalian buat aturan ganjil-genap, bukankah itu sama dengan melarang orang bernomor ganjil masuk tol di tanggal genap? Aneh kalin itu, jawab saya.

Temanku gelagapan, tetapi dia lanjutkan. Yeah, bagaimana lagi. Kau sendiri sering mengalami kemacetan parah saat pagi hari, masa sih kau tidak setuju ide seperti ini? Pelat nomor mobilmu kan genap. Nanti lihat pas di tanggal genap kau akan merasakan betapa ide itu sangat cemerlang. Kata temanku ini.

Bah, bagaimana saya di tanggal ganjil?, apakah maksudmu saya masuk kantor hanya di tanggal genap saja?, dan setiap tanggal ganjil saya harus bolos?, matilah aku kawan kalian bunuh. Tanya saya.

Hei, hei, itupun sudah kami pikirkan. Kami sudah sediakan bus untuk mengangkut orang yang tidak bisa masuk ke jalan tol. Nyaman, dan tepat waktu. Jawab temanku ini.

Bah, kalian ternyata bisa menyediakan bus yang nyaman dan tepat waktu, jumlahnya memadai dan mencukupi. Kalau itu betul, kalau ada yang seperti itu, kamipun tidak perlu susah-susah menyetir mobil sendiri ke kantor. Sediakan itu kawan sebanyak-banyaknya, dan kalian pastikan nyaman dan tepat waktu, menjangkau rute yang luas, maka aturan ganjil-genap yang aneh itu tidak dibutuhkan lagi, kami otomatis naik bus yang kalian sediakan itu. Murah, nyaman, tepat waktu, masa sih kami begitu bodohnya tidak memanfaatkan itu? Jawab saya.

Itulah, kawan, makanya saya bilang ide ganjil-genap itu sangat cemerlang. Lihat, kau sendiripun mengakuinya, ya kan?

Oh, no. Itu tetap ide frustasi. Karena kalian tidak sanggup menyediakan bus umum yang nyaman, tepat waktu, jangkauan rute yang luas, jumlah bus yang mencukupi, maka kalian meminjam kekuasaan untuk memaksa masyarakat agar berpindah ke bus umum. Jawab saya.

Lagi pula yang kau sebut menyebabkan kemacetan berkurang, kemacetan di mana?, hanya di jalan tol itu saja. Sebenarnya yang kalian pedulikan hanya jalan tol, tetapi jalan umum, karena tidak berbayar, kalian tidak ambil pusing kan?. Nanti, begitu ide frustasi ganjil-genap itu diterapkan, kau tahu yang terjadi kawan?, jalan raya inspeksi saluran kalimalang akan sangat menderita beban berat peralihan dari tol. Di jalan itu banyak terjadi penyempitan karena pembangunan tol becak kayu yang belum tuntas. Nah, kawan, pernahkan kalian pikirkan itu? Tanya saya.

Nah itulah, di situ kan ada juga tol, tol becak kayu. Orang yang ngotot tetap membawa kendaraan pribadi bisa lewat tol becak kayu itu, sederhana kan? Jawab teman saya.

Itulah maksud saya kawan, ide ganjil-genap itu sekedar ide bisnis untuk meningkatkan daya guna tol becak kayu yang pendek dan mahal itu, tetapi kalian munafik dengan membuat berbagai alasan seolah-olah kalian betul-betul memikirkan konsumen, tidak kawan, itu murni bisnis. Karena tol becak kayu sepi peminat, bahkan kadang saya jadi merinding di malam hari melintas tol itu, sebab saya sendirian kawan. Begitu kan?, Tanya saya.

Bah, kau terus berpikir negatif rupanya ya. Kata temanku ini.

Coba kawan, apakah hanya jalan tol Cikampek menuju Jakarta yang macet parah di pagi hari?, tidak kawan. Dari Jakarta menuju Cikampek juga sama parahnya kawan, lantas kenapa aturan ganjil-genap yang ganjil itu kalian berlakukan hanya satu arah?. Dan semua tol menuju Jakarta selalu macet di pagi hari, lalu kenapa ide kalian itu hanya dari Cikampek menuju Jakarta?, ada apa kawan?

Temanku ini bingung, terdiam mencari-cari jawaban.

Lalu saya lanjutkan bertanya lagi. Kau tahu apa dampak ekonomi ide yang ganjil itu?, daya guna ekonomi setiap mobil menyusut tinggal separoh. Mobil yang saya beli dari cucuran keringat dan perjuangan berat, yang pajaknya saya bayar untuk setahun penuh untuk 365 hari, tapi kini hanya boleh saya bawa ke kantor 183 hari dari yang seharusnya 365 hari, menyusut kawan, menyusut.

Hei, itu mengada-ada, kata temanku ini lagi.

Yeah, kalian juga mengada-ada, jadi kita sama-sama mengada-ada. Maka kini yang terbaik adalah, ayo pulang. Jawab saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun