Kadang, perubahan tidak dimulai dari kekuasaan, tapi dari suara yang diucapkan bersama.
Beberapa waktu lalu, ribuan mahasiswa turun ke jalan membawa tuntutan 17+8. Mereka menyoroti isu-isu mendasar: hak atas pendidikan, harga pangan, dan perlindungan sosial. Yang menarik, gerakan ini tidak lahir dari satu tokoh, tapi dari kebersamaan ribuan suara yang ingin masa depan lebih adil.
Seperti kata Ananda Badudu, suara pemuda adalah energi perubahan yang tidak bisa diremehkan. Dari diskusi di kampus hingga aksi di jalan, anak muda menunjukkan bahwa solidaritas lebih kuat dari apatisme. Mereka paham, demokrasi hanya bisa hidup jika dijaga bersama.
Magis dalam Kolaborasi: CC Cup XL 2025
Bayangkan ribuan anak muda bekerja tanpa pamrih demi satu tujuan: membuat panggung kebersamaan yang hidup di jantung Menteng Raya 64.
Tahun ini, Canisius College Cup XL 2025 hadir dengan tema "A Beautiful Thing Is Never Perfect." Tema ini sederhana tapi dalam---mengajarkan bahwa proses, perjuangan, dan kolaborasi jauh lebih bermakna daripada hasil akhir.
Yang membuatnya luar biasa adalah skala kebersamaannya. Lebih dari 1.000 panitia Kanisian, dari kelas 7 hingga 12, terlibat dalam menghidupkan acara ini. Ada yang bertugas di bidang perlombaan---basket, voli, modern dance, debat, catur, badminton, fotografi---dan ada pula di kepanitiaan pendukung seperti administrasi, bendahara, sekretaris, P3K, hadiah, dokumentasi, digital infrastructure, dana, stand fair, dan acara. Panitia juga tidak hanya bekerja dalam seksi saja, namun juga membantu bidang-bidang seksi lain lewat evaluasi umum yang diadakan pada hari pertama, ketiga, kelima, dan kelima.
Tidak berhenti di situ, lebih dari 200 sekolah dari berbagai wilayah bergabung sebagai peserta lomba. Dari mereka, lahir interaksi lintas sekolah, lintas latar, dan lintas karakter---semuanya berbaur dalam semangat sportivitas.
Setiap panitia tahu tugasnya penting. Ada yang bernegosiasi dengan vendor, menjaga keamanan penonton, hingga memastikan sistem digital berjalan lancar. Di tengah tekanan dan jadwal padat, mereka tetap bergerak sebagai satu kesatuan.
Puncaknya terjadi di malam penutupan. Saat Bernandya naik ke panggung dan ribuan penonton menyanyikan "Tiba-Tiba Hilang," suasana berubah jadi lautan suara. Tidak lama kemudian, The Changcuters mengguncang arena dengan energi khas mereka.
 Semua anak muda---panitia, peserta, penonton---bernyanyi bersama, merayakan kerja keras dan kebersamaan yang mereka bangun selama berminggu-minggu.
 Di situlah makna CC Cup terasa sepenuhnya: bukan tentang siapa juaranya, tapi tentang bagaimana mereka menang bersama.
Jejak Sejarah: Dari 1928 ke 2025
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!