Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Balik Gempuran Garam Impor

28 Februari 2020   22:05 Diperbarui: 28 Februari 2020   22:06 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kalau diamati sekilas, sejak 2011 Indonesia selalu melakukan impor garam besar-besaran. Momentum kebijakannya pun bergulir di saat petambak garam lokal sedang panen raya.

Alasan yang mendasari desakan impor tersebut juga masih sama, yakni demi memenuhi kebutuhan garam sekitar 2-3 juta ton beberapa sektor industri. Situasi tersebut tentu menimbulkan pertanyaan: mengapa pemerintah seakan "tidak berdaya" menyelesaikan persoalan ini?

Upaya mengatasi impor

Sebenarnya, pemerintah telah melakukan beragam kebijakan untuk mengatasi impor garam. Langkah pemerintah melalui skema peningkatan produktivitas dan kualitas garam lokal patut diapresiasi.

Skema tersebut dilakukan dengan menyediakan air tua, yaitu lapisan air paling atas yang memiliki kandungan NaCl tinggi bagi petambak garam. Tujuannya agar mereka tidak perlu lagi mengambil air laut karena kandungan NaCl-nya masih di bawah standar Permenperin (92 persen). Skema ini setidaknya menjamin peningkatan kadar NaCl garam lokal hingga 96 persen.

Skema berikutnya dilakukan melalui pencanangan proyek percontohan (pilot project) Plant garam di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang digarap sejak 2017. Proyek tersebut ditargetkan beroperasi tahun ini dengan klaim mempunyai kapasitas menyerap garam lokal hingga 40.000 ton per tahun.

Skema terakhir yang dilakukan pemerintah adalah dengan menjalin kerjasama dengan sektor rill. Tahun lalu, pemerintah berhasil meneken nota kesepahaman dengan 11 perusahaan dalam negeri yang di dalamnya memuat komitmen menyerap sebanyak 1,1 juta ton garam lokal selama 2019-2020.

Beberapa solusi

Harga garam lokal yang terjun bebas tidak sepenuhnya disebabkan permainan harga. Desakan impor sebagai konsekuensi kualitas garam sesuai standar Permenperin juga ikut berpengaruh.

Hasil riset serta kajian yang selama ini dilakukan oleh pemerintah memang terbukti mampu meningkatkan kualitas garam lokal. Namun, alangkah baiknya bila pemerintah juga melakukan sosialisasi sekaligus pengawalan terhadap petambak garam lokal sehingga hasil riset dan kajian itu dapat diaplikasikan secara luas. Transfer pengetahun terkait teknik meningkatkan kadar NaCl garam lokal juga perlu dimonitor dan dievaluasi dengan baik untuk melihat tingkat keberhasilannya.

Proyek percontohan yang ditunaikan sejak 2017 memang berjalan. Kendati demikian, proyek tersebut agaknya lamban dan cenderung mangkrak, padahal beban biaya yang telah dan akan digelontorkan sangat besar. Desakan impor garam tentu dapat dikurangi, bahkan bisa dihilangkan apabila proyek percontohan tersebut digarap secara serius dan berorientasi pada manfaat yang lebih luas. Yaitu dengan menerapkannya di seluruh wilayah sentra garam lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun