Bicara kekayaan, biasanya indikatornya adalah uang atau penghasilan. BPS tidak akan mencatat kategori kekayaan hati sebagai pertimbangan pemberian bansos dari pemerintah. Adanya orang miskin karena uang adalah ukuran kekayaan.
Sebelum geger reformasi '98, mendeteksi orang kaya dan miskin di kampung cukup gampang. Semacam ada kemustahilan bagi kaum pribumi bisa berpredikat kaya kalau tidak memiliki relasi "orang dalam" di pemerintahan. Satu dua yang menonjol di kampung paling yang kaum-kaum Tionghoa yang punya toko berderet di pusat-pusat kota. Selebihnya adalah warga yang istikamah bertani dan mengabdi menjadi buruh pabrik.
Kalau tidak keturunan Tionghoa dan dekat pemerintahan? Biasanya warga memilih "membuang" anaknya ke perantauan. Setelah sukses mudik membawa mobil, seminggu setelahnya merenovasi rumahnya. Kalau tidak sukses, biasanya tidak pernah kembali lagi ke kampung. Menikah di perantauan dan menikmati kesusahan di tempat yang berbeda.
Lalu apa sih ciri rumah orang kaya di kampung masa itu?
Â
#1 Rumah Tingkat
Bagi orang gedongan di kampung, menunjukan kekayaan paling gampang ya dengan membangun rumah menjadi dua lantai. Semacam menyiratkan bahwa orang kaya berada satu level lebih tinggi daripada masyarakat duafa. Simbol tangga menuju lantai dua adalah proses perjalanan yang harus dilalui untuk merengkuh kekayaan.
Dipandang dari jauh (lain dusun) begitu mencolok karena tingginya di atas rata-rata rumah lainnya. Toh, tidak semua warga bisa meningkat rumahnya. Harus ada pondasi yang kuat, luas tanah yang memadai, dan dana yang musti tercukupi. Boro-boro meningkat rumah, nemu duit 500 perak di jalan aja bahagianya tidak terkira.
#2 Berkeramik
Keramik adalah hal yang wajib untuk mendeklarasikan diri sebagai manusia kaya di kampung. Masyarakat menengah biasanya di-mester atau menghaluskan lantai dengan semen. Sedangkan masyarakat bawah biasanya lantainya menyatu dengan bumi, lantai beralas tanah. Di emperannya masih banyak dijadikan sarang undur-undur.
Keramik juga dijadikan identitas masyarakat terpandang. Ada semacam peringatan "AWAS, BATAS SUCI!" sebelum menginjakan rumah keramik. Iya, orang kaya adalah orang suci, sedangkan orang miskin adalah orang kotor dan ternoda. Saking sungkannya, ketika mengunjungi teman yang kebetulan berumah keramik, sendalnya kudu dicopot, dimasukan plastik, dan dibawa masuk ke dalam rumah.