Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menelanjangi Rantai Bisnis Perikanan: Benih Lobster

25 September 2020   19:45 Diperbarui: 27 September 2020   02:01 3510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peta rantai nilai perikanan. Dokumentasi pribadi.

Pada masa pandemi virus Korona (April-Juni 2020), hanya sektor pertanian dan perikanan yang tumbuh positif, sebesar 2,19% pada triwulan kedua 2020. Hanya 1 sektor ini, dari beberapa sektor (parameter) pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang masih bertumbuh dalam 1 tahun (year on year). Sektor lainnya tenggelam dan sesak nafas.

Memang, pada triwulan-1 pertumbuhan sektor ini hanya 0,02%. Justru setelah terjadinya pandemi virus Korona (covid-19), sektor ini mengalami penguatan besar dan menunjukkan keunggulan kompetitif negara yang 70% wilayahnya laut.

Keunggulan kompetitif ini tidak dimiliki Singapura, Malaysia, Brunei, Timor Leste dan Thailand. Pertumbuhan ekonomi mereka tenggelam dan tersapu gelombang pandemi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif (+) 2,97% saat triwulan pertama 2020. Sedangkan Singapura sudah minus (-) 12,6%, Thailand minus 2,2%, dan Malaysia minus 2%.

Kesuksesan sektor pertanian dan perikanan pada masa pandemi ini sayangnya tidak diberitakan secara masif di media. Justru berita-berita negatif yang menjadi pakem umum media yang ditonjolkan.

Istilah tua bisnis media: “bad news is good news. Very bad news is very good news”, menjadi jamak dan seakan-akan lumrah dalam pemberitaan media saat ini.

Melalui kanal ini, Penulis berusaha memberikan pemahaman singkat kepada pembaca, tentang aspek rantai bisnis sektor perikanan. Sehingga, pakem berita bisa menjadi: good news is understandably, totally, & really good news.

Penulis merasa perlu untuk memberi informasi kepada masyarakat umum, bahwa sektor perikanan memberikan nilai ekonomi terbesar dari nilai ekspor Udang, ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC), Kepiting-Rajungan, Cumi-Gurita-Sotong, dan Rumput Laut.

Walaupun dalam pemberitaan media, dengungan ekspor benih Lobster sangat ramai, justru sebenarnya Udang dan TTC-lah yang menjadi mesin uang utama negara.

Dengung ekspor benih Lobster

Pertama, berita paling hangat, pada koran Kompas hari Jumat, tanggal 25 September 2020. Pada salah satu halaman, diberitakan tentang penghentian izin ekspor benih bening lobster, kepada 14 perusahaan. 

Kasusnya terkuak, ketika Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta memeriksa dokumen 14 perusahaan, yang dalam dokumen menyebutkan mengekspor 1,5 juta benih. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata faktanya ada 2,7 juta ekor. Karena hal itu, perusahaan dianggap melakukan pembohongan dokumen sebanyak 1,2 juta benih. Kasus ini masih dalam proses.

Seminggu sebelumnya, 18 september 2020, diberitakan juga harga benih bening lobster turun drastis. Semula, harga benih bening lobster jenis pasir (panulirus homarus) di tingkat nelayan Rp. 7.000-8.000 per ekor menjadi Rp. 3.000,- saja. Harga jual benih lobster untuk ekspor juga turun menjadi Rp. 12.500 dari sebelumnya Rp. 28.000,- per ekor.

Rantai Bisnis

Berdiskusi tentang bisnis perikanan, perlu selalu diingat, bahwa dari ujung titik produksi, sampai ujung titik konsumen, ada banyak rantai nilai (value chain). Baik itu dalam sub-sektor usaha perikanan tangkap, sub-sektor usaha perikanan budidaya, sub-sektor industri pengolahan produk perikanan, dan turunan-turunan industrinya.

Ada beberapa pihak yang menyebut rantai nilai ini dengan rantai pasok (supply chain), rantai nilai tambah (value-added chain), rantai bisnis (business chain), dan lain sebagainya.

Intinya, sebuah produk sampai pada konsumen (konsumen juga bermacam-macam level), melalui proses yang bertahap dan dikerjakan oleh banyak pihak (suppliers).

Sebelum lanjut, kita klarifikasi dahulu tentang istilah “perikanan”. Dalam undang-undang Perikanan no. 31 tahun 2004, istilah perikanan adalah semua biota/makhluk hidup yang ada dalam ekosistem perairan (tawar dan laut), baik berbentuk hewan maupun tanaman.

Jadi, rumput laut (seaweed) termasuk hasil perikanan. Juga demikian dengan gurita, udang, cumi, teripang, kerang, terumbu karang, ganggang laut, dan lainnya disepakati sebagai bahagian dari perikanan.

Rantai nilai (value chain) juga dapat digambarkan sebagai pemetaan peran organisasi dan individu dalam aktifitas ekonomi. Ambil contoh komoditas rumput laut. Ada rantai dasar (pertama) atau istilah umumnya produsen/nelayan rumput laut. 

Pada level ini mereka hanya memproduksi rumput laut kering, lalu dijual. Rantai berikutnya (ke-2) adalah pengumpul (broker) yang memasukkan rumput laut kering ke pabrik untuk diolah menjadi karaginan atau diekspor langsung.

Rantai selanjutnya (ke-3) pabrik/perusahaan pengolah karaginan lalu dijual ke rantai ke-4. Tahap ini, rantainya sangat bercabang. Rantai ini bisa perusahaan sabun, kosmetik, shampo, farmasi, makanan, minuman, kertas dan lain-lainnya.

Komoditas rumput laut terbukti membuat orang jadi makmur. Albert Gilon (Kompas, 18 September 2020) adalah nelayan yang membuktikan teori tersebut.

Melalui budidaya rumput laut jenis Eucheuma Cottonii, dia bisa membangun rumah, menyekolahkan 5 orang anaknya, dan punya fasilitas lain. Rumput laut menyejahterakan kelompok nelayan di desa Tabilolong, Kupang, NTT.

Komoditas ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) tidak usah dijelaskan panjang-lebar. Ini mesin uang utama sektor perikanan negara “Benua Maritim” sejak lama dan stabil pasokannya.

Rantai nilai ekonomi komoditas TTC mulai dari kru kapal, galangan kapal ikan, pabrik pengalengan ikan, unit pengolahan ikan (UPI) lain, karyawan pabrik UPI, ekspor tuna, dan rantai bisnis turunan-turunan lainnya.

“Ibukota” rantai nilai TTC ini ada di Bitung, Sulawesi utara, meskipun lokasi penangkapan ikan (fishing ground) tuna di Indonesia banyak sekali. Lokasinya ada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) samudera Indonesia bagian barat (WPP 572), di samudera Indonesia bagian selatan (WPP 573), laut Banda (WPP 714), laut Sulawesi (716), dan samudera Pasifik (717).

Julukan Ibukota tuna ini karena industri dan perekonomian berbasis penangkapan ikan TTC sangat dominan dibandingkan Kendari, Ambon, Pelabuhan Ratu, Bungus, dan Nizam Zachman (Jakarta). Ada 6 pabrik pengalengan ikan di sana.

PT. Sinar Pure Food, Samudera Mandiri Sentosa, Delta Pasifik Indo Tuna, Deho, Carvina, dan International Alliance Food. Selain itu, ada 35 perusahaan UPI lain yang mengolah Fresh Tuna, Frozen Tuna, Dried Smoke, Demersal Fish dan Pelagic Fish. Semua sudah bersertifikat HACCP (hazard analysis and critical control point).

Pada tahun 2018 saja, nilai ekspor komoditas Tuna 429 juta USD (sekitar Rp. 6,35 triliun), atau sekitar 16% dari produk ekspor perikanan nasional.

Komoditas terpenting adalah udang. Jenis udang yang sedang baik harganya tahun 2020 adalah udang Vaname (litopenaeus vannamei). Dengan harga bulan pada Juli 2020 lalu Rp. 58.000 per kilogram ukuran 100 (dalam 1 kg ada 100 ekor udang). Harga ini naik dari bulan Maret yang hanya Rp 38.000. Hal ini sangat menggembirakan sub-sektor budidaya udang dan para pembudidaya.

Ekspor udang dari indonesia ke Amerika Serikat sekitar 700 ton per tahun. Negara lain tujuan ekspor udang adalah Jepang, Uni Eropa, China, dan negara-negara Timur Tengah.

Nilai ekspor udang tahun 2018 adalah yang terbesar, sekitar 46,9% dari total ekspor produk perikanan. Nomer tiga adalah Cumi-Sotong-Gurita sebesar 13,7%, diikuti Kepiting-Rajungan 13%, lalu rumput laut 7,8%, Cakalang-Tongkol 2,6%. Dengan total nilai ekspor sebesar $3,12 miliar (sekitar Rp. 46,2 triliun).

Membandingkan nilai ekspor perikanan tahun 2018 dengan nilai ekspor benih lobster (2020) yang hanya bernilai Rp. 33,75 miliar (cuma sekitar kurang dari 0,1%), sungguh membuat mata terbelalak. Penulis juga terkaget-kaget saat menyusun tulisan ini. Bagai langit dan dasar samudera.

Pembaca yang terhormat, pemerintah, partai politik, politisi, pebisnis dan masyarakat sekalian, semoga bisa lebih luas memahami dunia bisnis perikanan dan kelautan, setelah membaca kisah, data, dan informasi-informasi diatas.

Oleh karena itu, sangatlah bijak jika energi difokuskan pada rantai-rantai bisnis perikanan yang sudah mapan dan kuat pijakannya. Inovasi boleh, tapi jangan dengungnya saja yang besar, tapi upayanya kecil.

Motivasi

Masih sangat banyak peluang dan kesempatan menjadi makmur melalui sektor perikanan, baik secara personal maupun kolektif. Karena, rantai nilai ekonomi perikanan begitu lebar dan luas. Silakan berkreasi, menyusun strategi, dan menikmati berkat-berkat di Benua Maritim.

Tanah Banten, 2020.
HC van JB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun