Mohon tunggu...
Y. P.
Y. P. Mohon Tunggu... Sales - #JanganLupaBahagia

Apabila ada hal yang kurang berkenan saya mohon maaf, saya hanya orang biasa yg bisa salah. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesejahteraan. Aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Bila Oposisi Tidak Bersatu, Sama Saja Membiarkan Jokowi Menang

9 Agustus 2018   10:17 Diperbarui: 9 Agustus 2018   12:08 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan SBY dan Prabowo | Kompas.TV

Semalam saya lihat acara talk show yang dipimpin oleh Najwa Shihab yang akrab disapa mbak Nana. Ada dua kubu yang sedang berdiskusi disana.

Di sisi sebelah kiri adalah kubu oposisi pemerintah dan di sebelah kanan adalah kubu koalisi pemerintah.

Berbagai macam pertanyaan dilontarkan oleh mbak Nana. Mulai dari cawapres masing-masing kubu hingga pernyataan Jokowi yang viral tentang berkelahi.

Nah yang menarik disana adalah sindiran pantun dari Ketua DPP PKS Abu Bakar Al Habsyi berikut :

Kuda hitam kuda tunggangan
Kuda hitam jadi incaran
Dengan aku engkau pacaran
Dengan yang lain engkau jadian.

Perhatikan menit 7:30 -- 7:45

Menurut penafsiran pribadi saya, ini adalah pantun sindiran untuk wacana cawapres dari kubu Demokrat. Wajar saja bila PKS memprotes hal tersebut, koalisi antara Gerindra dan PKS sudah berjalan lama dan solid.

Tapi mengapa dipenghujung tanggal pendaftaran capres dan cawapres justru ada wacana cawapres Prabowo dari kubu Demokrat yang baru mengambil posisi untuk bergabung dengan koalisi Prabowo.

Jenderal Kardus

Lain cerita di halaman linimasa sosial media, ada trending topik mengenai jenderal kardus. Setelah saya selidiki ternyata kegaduhan itu bersumber dari cuitan di sosial media Twitter milik Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief.

Cuitan Andi Arief | dokumentasi pribadi
Cuitan Andi Arief | dokumentasi pribadi
Menurut Andi, ada perubahan sikap dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang menyebabkan rencana koalisi terancam batal. 

Saking kesalnya, Andi menyebut Prabowo sebagai jenderal yang lebih mementingkan uang. Pernyataan itu ia lontarkan melalui akun Twitter pribadinya @AndiArief__.

Bahkan, ia mengaku partainya menolak kedatangan Prabowo ke kediaman SBY pada Rabu (8/8/2018) malam.

"Padahal untuk menang bukan berdasarkan politik transaksional tapi dilihat siapa calon yang harus menang. Itu yang membuat saya menyebutnya jadi jenderal kardus. Jenderal kardus itu jenderal yang enggak mau mikir, artinya uang adalah segalanya," kata Andi. (sumber)

Tindakan pak Andi Arief bagi saya adalah ekspresi kekecewaan yang wajar. Pada kontestasi demokrasi 2014 partai Demokrat kurang cemerlang. Selama pemerintahan Jokowi pun partai Demokrat mengambil jalan tengah yang menyebabkan tidak mendapatkan "tenaga politik" yang maksimal.

Hal ini tentu berbahaya untuk pemilu 2019, bila tidak mampu menampilkan sosok unggulan partai Demokrat bisa tenggelam. Berbeda dengan koalisi Prabowo yang jelas akan meraup suara dari masyarakat yang tidak mendukung kubu Jokowi.

Selain itu sudah tidak ada jalan untuk partai Demokrat kembali mendekati kubu Jokowi.

Hanya partai PAN yang masih berpeluang untuk bergabung kesana. Sebab ketua umum PAN yaitu pak Zulkifli Hasan masih menjalin komunikasi Politik dengan pak Jokowi. (sumber)

Secara hitung-hitungan politik dan survey memang Jokowi lebih unggul. Partai pendukung lebih banyak dan berdasarkan Survey LSI ternyata elektabilitas Jokowi cenderung naik bahkan setelah Pilkada Serentak 2018.

 "Posisi saat ini elektabilitas Jokowi di angka 49,30 persen. Ada kenaikan dibanding survei bulan Mei yang saat itu posisinya 46 persen. Ada kenaikan 3,3 persen. Sehingga memang kita bisa lihat ada tren kenaikan petahana pascapilkada 2018," ujar Adjie dalam rilis survei Pasangan Capres dan Cawapres Pascapilkada di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/7/2018). (sumber)

Dari kegaduhan-kegaduhan diatas, mengindikasikan jelas bahwa kubu oposisi belum sepenuhnya bersatu melawan koalisi Jokowi.

Jika kubu oposisi tak kunjung menyatu, maka bisa dipastikan Jokowi otomatis menang pada Pilpres 2019.

Apalagi kalau sampai kubu oposisi justru terbelah menjadi 2 kubu atau biasa disebut ada poros ketiga. Semakin tidak maksmimal karena elektabilitas Jokowi sudah mendekati 50 persen.

Yang harus jadi perhatian para elit politik terkait pilpres adalah pemilih cenderung melihat tokoh dan bukan latar belakang partai pendukung.

Yang memilih wakil rakyat partai A belum tentu memilih capres dari partai A juga. Simpatisan partai juga belum tentu mendukung capres yang diusung oleh partai politik.

Jadi jika yang membuat kurang menyatu adalah perebutan posisi cawapres, saran saya pilih saja tokoh yang reputasinya baik, disukai oleh masyarakat.

Jangan kedepankan ego partai untuk mengusung calon tertentu karena iming-iming tertentu termasuk uang ratusan milyar.

Juga jangan memaksakan memilih cawapres dari keluarga pengurus atau pendiri partai bila elektabilitasnya rendah.

Kalau sampai langkah tersebut yang diambil, maka Jokowi akan otomatis menang atau auto-win pada Pilpres 2019.

Saya sebagai warga negara yang mengharapkan kontestasi politik berjalan seru dan menyenangkan akan kecewa jika Jokowi bisa menang dengan mudah.

Harus muncul perlawanan yang berarti sehingga Jokowi tidak menang mudah. Supaya siapapun yang menang dan menjadi Presiden akan mendapatkan tantangan yang menantang dari kubu Oposisi.

Sebab dengan oposisi yang kuat, pemerintah akan menjalankan pemerintahannya dengan smart dan pasti tidak akan membuat kebijakan yang semena-mena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun