Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nilai-Nilai Keteladanan dari Upin dan Ipin

15 Juni 2012   01:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:58 2207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13397234141721626480

[caption id="attachment_194755" align="aligncenter" width="593" caption="Film Upin dan Ipin mengandung banyak pelajaran berharga."][/caption]

Selama 24 jam, kita disuguhi begitu banyak pilihan tontonan. Dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, layar kaca yang bernama televisi teramat menggoda pemirsa. Seakan-akan pemirsa diajak untuk berselancar ke negeri antah berantah. Kadang negeri itu indah dalam balutan alam. Namun, sering negeri itu berisi cerita-cerita fiktif yang membuat malas bekerja. Negeri itu disering dinamai acara.

Karena berhadapan dengan begitu banyak pilihan, orang tua harus cerdas memilihkan jenis acara bagi anak-anaknya. Orang tua harus berusaha memberikan acara yang layak bagi anak karena otak anak dapat diibaratkan air bening. Hendaknya air bening itu tidak dikotori dengan air keruh, air keras, bahkan air najis. Orang tua seharusnya menjaga kualitas air bening itu agar selamanya berbentuk air bening nan jernih.

Ketika berhadapan dengan begitu banyak pilihan acara, orang tua sering lupa diri. Dengan berdalih sibuk atau menuruti keinginan anak, orang tua pun mengalah. Lalu, anak-anak diizinkan menonton acara dewasa, acara fiksi yang berlebihan, bahkan acara yang berbentuk tindak kekerasan. Cepat atau lambat, sebenarnya orang tua sedang menanamkan benih kehancuran berdasarkan jenis tontonan yang diberikan kepada anaknya.

Tadi sore, saya menemani anak-anak menonton televisi. Jika memang tidak disibukkan dengan rutinitas, saya selalu berusaha menjadi teman aktivitas anak-anak. Setelah ketiga anakku (Zuhdi, Ilham, dan Syafa) bangun tidur siang, ketiganya langsung mandi. Selanjutnya, ketiganya sholat ‘asyar, makan, menata buku pelajaran, dan bermain. Meskpin masih terbilang kecil, ketiganya sudah memiliki kedisiplinan yang sangat baik. Kami (saya dan istri) tak perlu menyuruh Zuhdi (9), Ilham (6), dan Syafa (3) untuk melakukan ini dan itu. Kami hanya mengingatkannya saja jika mereka khilaf.

Sore itu, ketiga asyik menonton acara kesenangannya: Upin dan Ipin di MNC TV. Acara itu teramat digemari ketiga anakku. Itu terlihat dari ketawa-ketiwi yang terdengar ketika Upin dan Ipin melakukan adegan yang dipandang lucu. Memang Upin dan Ipin menampilkan diri sebagai anak kampong yang lugu tapi baik dan cerdas. Itu terbaca pada sore kemarin.

Digambarkan Upin dan Ipin ingin memiliki sebuah mobil-mobilan. Karena keluarga Upin dan Ipin tidak terbilang kaya, tentunya Kak Ros tidak memiliki uang yang cukup. Oma alias nenek sigap dengan keinginan cucunya. Maka, sang nenek bekerja untuk menuruti keinginan anak dengan bekerja sebagai penderes getah karet. Ternyata Upin dan Ipin tertarik untuk membantu neneknya. Kedua anak itu pun berusaha membawa getah karet sebagai hasil deresan dan mengumpulkannya dalam sebuah ember. Lalu, apa pelajaran yang terpetik dari acara itu?

Saya menemukan tiga pelajaran berharga dari acara Upin dan Ipin tadi sore. Pertama, nilai perjuangan. Untuk mencapai keinginannya, semua orang harus bekerja untuk meraihnya. Kita tidak boleh mengandalkan kemampuan orang lain (orang tua atau orang di luar dirinya). Keringat, luka, kotor, dan bau adalah bagian dari pengorbanan itu. Saat ini, kita teramat jarang mendapati anak yang mau berjuang dengan sungguh-sungguh karena orang tuanya kurang memberikan perhatian. Mentang-mentang kaya, orang tua langsung memberikan dan atau membelikan semua keinginan anak tanpa berpikir bahwa itu membodohi dan membodohkan anaknya.

Kedua, tanggung jawab. Upin dan Ipin berusaha bertanggung jawab atas kelakukannya. Ketika keduanya memang ingin memiliki mobil-mobilan, sang nenek memberikan pendidikan tanggung jawab. Upin dan Ipin disuruh untuk bekerja berdasarkan kemampuannya. Saya yakin bahwa sang nenek tidak bertujuan mempekerjakan anak di bawah umur. Namun, sang nenek ingin menanamkan tanggung jawab terhadap pohon-pohon karet yang harus diambil getahnya. Dan Upin-Ipin pun melakukannya dengan senang hati tanpa merasa disuruh atau dipaksa.

Sikap orang tua sekarang cenderung menyepelekan aktivitas anak. Banyak orang tua enggan memberikan pekerjaan yang ringan-ringan kepada anaknya karena takut tangan dan badannya kotor. Dengan sikap orang tua yang demikian, sesungguhnya anak itu justru diciptakan orang tuanya agar menjadi anak yang lemah.

Ketiga, hormat kepada orang tua. Upin dan Ipin menunjukkan diri sebagai anak yang teramat patuh dan sensitive kepada kakak dan neneknya. Ketika diketahui sang nenek sedang sakit, Upin dan Ipin berusaha memberikan perhatian. Lalu, sang nenek pun dipijati dandisayang-sayang. Upin dan Ipin menunjukkan diri sebagai anak yang berbakti kepada orang tuanya karena keduanya menyadari bahwa kakak dan neneknya sudah bekerja keras demi mencukupi kebutuhannya. Buah dari sikap hormat kepada orang tuanya, Upin dan Ipin pun diberi hadiah oleh neneknya. Karena dianggap telah membantu menderes getah karet, sang nenek memberikan selembar uang agar Upin dan Ipin dapat membeli mainan kesukaannya.

Sayangnya, banyak orang tua sekarang tak lagi berpikir panjang. Semua keinginan anak langsung saja dituruti karena dianggap itu sebagai wujud kasih sayang. Cara itu sesungguhnya mengajarkan sikap manja karena anak tak lagi perlu bekerja keras demi mendapatkan keinginannya. Maka, banyak anak sekarang berani mengancam, melukai, bahkan membunuh orang tuanya karena keinginannya tidak dituruti. Siapa salah?

Sungguh teramat mengharukan kisah tadi sore itu. Saya sempat terharu dan meneteskan air mata. Saya jadi membayangkan kelakuan ketiga anakku di kemudian hari jika saya salah mendidiknya. Maka, saya perlu berterima kasih kepada Upin dan Ipin, eh MNCTV, atas tersiarnya acara Upin dan Ipin. Andaikan televisi-televisi lain berkenan memberikan suguhan film yang berkualitas sepertinya…..!!!!

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Sumber gambar: Sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun