Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Model Catur Demokrasi, Sebuah Gagasan

11 Juli 2015   12:36 Diperbarui: 11 Juli 2015   12:36 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi catur (sumber: dok-pri)

Catur adalah permainan menarik. Dikategorikan sebagai salah satu cabang olahraga yang digemari rakyat. Olahraga yang membutuhkan kecerdasan otak karena didalamnya ada strategi dan taktik yang harus diketahui para pemainnya agar dapat memenangkan pertandingan.

Dalam bermain catur dibutuhkan dasar pengetahuan mengenai teori catur meliputi pengenalan petak segiempat sejumlah 64 kotak berwarna hitam dan putih, buah-buah catur, raja, menteri, loper, kuda, benteng dan pion/bidak dan aturan cara melangkah dan memakan buah catur lawan, perminan pembukaan, permainan tengah dan permainan akhir, sejarah catur, peraturan permainan catur yang sah dan ditetapkan oleh organisasi catur Internasional(FIDE). Maka dari itu, permainan catur ini mengandung unsur ilmu. Sebagai "ilmu" maka setiap pecatur perlu kegiatan belajar dan latihan.

Saya pernah membaca buku catur karangan Ds FKN Harahap yang menyatakan bahwa catur adalah olah raga, seni atau ilmu kah? Dalam catur ada "seni" juga dimana dalam praktek permainan sering tercipta langkah-langkah indah dan cantik. Seorang peman catur kadangkala melakukan langkah-langkah kombinasi (langkah pengorbanan beberapa perwira) namun dengan langkah ini dia menciptakan seni melangkah dan memenangkan permainan. Mungkin ini salah satu penyebab sehingga permainan ini sangat memikat hati para pecatur. Mereka terpesona dengan keindahan langkah permainan dan memotivasi mereka untuk selalu suka dan tergila-gila dengan permainan ini.

Dalam bermain catur diperlukan kekuatan dan ketahanan fisik dan mental seseorang. Seorang pecatur yang sedang bertanding harus berpikir keras menggunakan otaknya dan ini memerlukan kekuatan syaraf-syaraf otaknya harus kuat seperti baja. Saya pernah baca seorang grandmaster negara Rusia bernama Botwinik dikenal sebagai pecatur dunia yang memiliki predikat pecatur bersyaraf baja.

Kekuatan mental pecatur diperlukan ketika sedang bertarung atau bertanding yaitu kemampuan pengendalian diri. Seringkali ada pemain yang ketika melihat posisi bangunan permainannya sudah berada diatas angin ketika memiliki peluang untuk melakukan langkah mat terhadap raja lawan, kadangkala pecatur ini mulai ada sifat "pandang enteng lawan". Ini berbahaya karena sifat ini mnunjukkan mental yang lemah dan disinilah sering terjadi langkah "blunder" (salah langkah) dan justru berakibat fatal dimana dia mengalami kekalahan.

Permainan catur adalah awalnya hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dan orang-orang tertentu saja dan kemudian berkembang seiring perkembangan jaman sehingga kini menjadi permainan yang juga dimainkan oleh rakyat biasa. Itu sebabnya catur dikenal sebagai permainan raja-raja dan salah satu buah caturnya adalah RAJA.

Gagasan munculnya permainan catur ini adalah ide dari suatu peperangan antar kerajaan satu dengan kerajaan lainnya. Artinya permainan ini tokoh utamanya adalah Raja dimana prinsip utamanya dimana pemain yang menang adalah yang mampu mematikan raja atau melumpuhkn raja hingga lawan menyerah.

Nah, dalam era modern saat ini dimana telah tumbuh berkembang suasana demokrasi di dunia ini. Era kerajaan mulai di tinggalkan diganti dengan pemerintahan oleh rakyat dimana mayoritas pemimpin di dunia bukan Raja namun Presiden.

Bagaimana kalau kita di Indonesia mencoba merancang permainan catur yang dimodifikasi posisi RAJA diganti PRESIDEN. Sistem permainan dan aturan main tetap sama cuma bentuk dan nama buah catur raja diganti dan dirubah bentuk presiden. Perubahan yang sederhana dan simpel. Kemudian namanya ditambah model permainan catur ini disebut permainan catur demokrasi.

Gagasan ini mengandung makna sebagai gerakan untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran sekelompok warga kita yang masih suka dengan model kerajaan. Misalnya berkembang sekarang ada istilah "dinasti" jelang pilkada serentak. Saatnya kita tiinggalkan pemikiran seperti itu di alam negara yang demokratis saat ini. Pemimpin kita seorang presiden bukan raja. Ini kewajiban kita warga negara untuk mengikis upaya-upaya yang akan menjadikan negara kesatuan ini sebagai "kerajaan modern dengan dinasti-dinasti baru". Kita negara republik dan bukan kerajaan. Berikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap warga negara yang justru potensil namun terabaikan karena tidak memiliki kemampuan sumberdaya modal. Dengan model cara demokrasi pilihan langsung seperti saat ini apabila kita tidak menemukan cara yang tepat maka justru yang akan jadi pemimpin kita adalah mereka yang memiliki modal kuat yang didukung pihak "kapitalis modern" yang menjadi kaki tangan negara-negara menganut faham itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun