Mohon tunggu...
Johanes Tarigan
Johanes Tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Pelajar dan Penyuka Politik

Pelajar dan Penyuka Politik ||Pelajar dan Penyuka Politik||

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kupas Ujaran Kebencian, Menilik Lebih Dalam Fenomena Sosial di Indonesia

8 Mei 2018   14:25 Diperbarui: 2 November 2018   10:33 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun kita mengenal bahwa kebebasan berpendapat kita dilindungi oleh undang-undang (artikel ke-19 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Namun, bukan berarti kita memiliki kebebasan penuh dalam menyampaikan pendapat. Ujaran kebencian menjadi salah satu contoh 'kebablasan' dalam menyampaikan pendapat. Perlu diingat, sebagai warga negara, selain dipayungi dan dilindungi oleh hukum, kita juga dapat dijera oleh hukum.

 Apa saja yang menjadi indikator ujaran kebencian?

Secara umum, setiap ujaran kebencian, baik dari jenis atau pengolongan yang berbeda-beda, cenderung memiliki suatu kesamaan. Kesamaan yang pertama adalah dari segi penyampaian pesan. Seperti yang diketahui, ujaran kebencian cenderung memiliki tendensitas untuk menggunakan kata-kata kasar, kata-kata yang menghasut atau memprovokasi, dan juga kata-kata yang intimidatif.

Tentunya, seperti yang telah dicantumkan dalam definisi sebelumnya, kata-kata ini ditujukan terhadap seseorang atau kelompok tertentu, dengan maksud untuk menjatuhkannya. Segi penyampaian ini, cenderung menjadi karakteristik yang paling sering terlihat atau yang paling jelas di antara indikator-indikator lainnya. Selain dari cara penyampaian, hampir semua ujaran kebencian memuat konten yang sensitif.

Konten sensitif yang dimaksud menyangkut suku, ras, agama (dan aliran kepercayaan), warna kulit, gender, orientasi seksual, difabilitas (cacat), atau etnis. Muatan-muatan ini akan mengingkatkan kewaspadaan Polri, karena dapat terindikasi dan tergolong sebagai sebuah ujaran kebencian.

 Ujaran Kebencian dari Perspektif Psikologis

Ujaran kebencian dari kacamata psikologis cenderung berbeda. Menurut Bona Hutahaean, seorang psikolog, ujaran kebencian merupakan hasil dari kurangnya kasih sayang. Ia mengatakan, menurut penelitian, masih banyak orang Indonesia yang merasa canggung dalam mengekspresikan kasih sayang. Padahal, kasih sayang merupakan aspek penting karena akan berdampak pada aktivitas atau tingkah laku sehari-hari.

Ia mengatakan hal ini akan berdampak pada tindakan-tindakan 'cari perhatian', yang diantaranya meliputi mengutarakan kedengkian, kebencian, maupun menjelekkan orang lain. Tentunya ini sangat berdampak dan berkorelasi dalam bertambah maraknya ujaran kebencian di media sosial. Ajang pesta demokrasi atau pemilu seringkali digunakan sebagai ajang untuk mencari perhatian.

Dengan kurangnya kasih sayang, pelaku cenderung akan merasa bahwa ini adalah ajang yang baik untuk mencari perhatian, sehingga, seperti yang telah dibuktikan oleh survei, tindakan ujaran kebencian pasti meningkat di tahun-tahun politik. Demi memenuhi tujuan mereka, mereka akan berbuat segala hal, termasuk mengutarakan ujaran kebencian dan mengunggah postingan-postingan kontroversial, dengan harapan ujaran atau unggahan tersebut akan mendapatkan banyak respons dan bahkan dapat menimbulkan kegaduhan.

Seputar Pelaku Ujaran Kebencian

Pelaku ujaran kebencian yang ditangkap kebanyakan berasal dari rentang umur 18 tahun ke atas. Di antara mereka, hanya sedikit pelaku yang masih di bawah umur karena mereka belum dapat diproses secara hukum. Kebanyakan pelaku di bawah umur hanya diminta untuk mengaku bersalah dan menyampaikan permohonan maaf, setelah itu mereka dapat langsung dipulangkan atau setidaknya menjalani program 'rehabilitasi'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun