Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Terasi: Di Balik Bau Tajam dan Sejarah Kata yang Belum Sempat Masuk Kamus Inggris

10 April 2021   18:30 Diperbarui: 24 April 2021   12:12 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kupasan saya tentang terasi ini harus saya batasi karena sangat banyak aspek terasi yang bisa saya tulis, dan sedikitnya saya bisa menulis sebuah kompendium tentang terasi.

Terasi adalah bumbu masakan yang berjasa besar bagi banyak orang yang tahu menikmatinya.
Beberapa sumber daring tentang terasi:
1. Terasi.
2. Belacan.
3. Shrimp paste.
4. What is Belachan? 
Dan banyak lagi.

Aspek Bahasa
Di kampung saya, Tanjungbalai Asahan, terasi disebut belacan, dan di Malaysia belachan. Saya menduga bahwa etimologi kata belacan ini mestinya dari dialek Hokkien juga (akan saya kaji lebih lanjut), karena sejak awal belacan adalah bagian terpadu dari kuliner baba-nyonya yang nota bene adalah diaspora dari China, utamanya provinsi Fujian.

Dalam bahasa Inggris, terasi disebut shrimp paste (pasta udang), yang menurut saya sangat tidak tepat. Kekeliruan yang dilakukan oleh Wiktionary Indonesia di atas, yang menguraikan bahwa belacan adalah bumbu masakan yang terbuat dari udang atau ikan kecil-kecil yang ditumbuk halus, digunakan untuk sambal atau untuk menyedapkan makanan, tampaknya juga bisa ditemukan dalam bahasa Inggris, yang tidak membedakan antara udang dengan kecepe (rebon) yang menjadi bahan dasar terasi selain garam.

Ini bisa dimaklumi karena walaupun orang Inggris membedakan nama-nama udang berdasarkan ukurannya (shrimp, prawn, lobster), namun mengabaikan si bocil kecepe/rebon. Mestinya mereka juga mengadaptasi kata ini ke dalam bahasa mereka, sehingga terasi menjadi kecepe paste atau rebon paste. Tapi tunggu dulu!

Di sini saya mau tambahkan sebagai penjelasan untuk keponakan saya, David Fernando (Instagram: @david_ffernando) yang baru membahas artikel ini dengan saya:

Kata paste itu sendiri problematik, karena bisa berkonotasi ke bahan yang basah. Mengapa demikian?
Paste (Inggris) bermakna lem, ya, lem! Dalam bahasa Italia paste disebut la pasta (saya tidak meninjau kata dalam bahasa mana yang lebih tua).

Orang Italia, dengan segala sumberdaya pangannya yang sangat terbatas, mau tak mau harus kreatif untuk mendongkrak martabat bangsanya melalui makanan "khas Italia," sehingga dengan bahan baku yang sama, tepung gandum atau semolina, muncullah banyak hasil olahannya, ya tinggal pilih tinggal pilih! ada yang basah ada pula yang kering, ada yang pendek, ada yang panjang dan ada pula yang mungil, ada yang pakai telur dan ada pula yang nggak pakai, cape deh! Saya kasih contoh yang lazim kita dengar saja: spagetti dan fettucine.

Orang Italia ini menimbulkan banyak masalah. Bingung mau kasih nama apa untuk golongan semua hasil olahan semolina ini, tapi mereka malas menciptakan istilah baru dan dengan asal-asalan menamakannya pasta juga!
Lihat akibat-akibatnya:
1. Orang Inggris yang mengadaptasi  la pasta ini menyebutnya pasta, padahal pasta (pasta ini) identik (sama persis dengan) pasta (lem), karena kalau mereka menyebutnya paste, ya jadi aneh, lem.
2. Orang Italia sendiri harus menggunakan kata alternatif untuk la pasta (lem), yaitu: incolla. Nah kan David, saya jadi melebar ke mana-mana, tapi nggak apa-apalah.
3. Orang-orang Inggris dan Italia kebingungan dan tidak membedakan lagi makna kata paste, entah dalam keadaan basah, setengah kering, maupun kering, sehingga terbawa-bawa ke shrimp paste dan.....

Kembali ke..... terasi.
Varian terasi basah dalam dialek Hokkien disebut hea-ke, di Malaysia cincalok, dan di Bangka kecalo atau calo). Di Korea, kecalo ini biasanya dipakai untuk campuran Kimchi. Lagi-lagi keliru, kecalo diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi shrimp sauce (saus udang, malas banget ya?)

Lantas kembali ke.... laptop.
Sampai di sini, pilihan yang lebih tepat mungkin adalah kecepe cake atau rebon cake, walaupun biasanya kek berasa manis.

Pilihan yang paling tepat adalah dengan mengombinasikan kata Latin ke dalam istilah ini, karena dalam bahasa Latin, kecepe/rebon disebut Acetes.
Dengan demikian shrimp paste dikoreksi menjadi Acetes cake. Kelak istilah ini akan saya usulkan juga ke Kamus Merriam Webster.

Saya mau share sebuah cerita yang tidak diketahui umum, untuk mengomemorasi almarhum atok (kakek) saya, Yap Chenghuat (Mr. Yap) karena cerita ini berasal dari beliau:

tangkapan layar
tangkapan layar
Suatu hari, seorang Inggris pergi ke pasar tradisional di Melaka Malaysia dan menemukan sesuatu yang dijual di atas tampi, bentuknya bulat mirip kek kering, diameternya kurang lebih setelapak tangan, dan warnanya hitam kecoklatan.
"What a weird cake" ("Sungguh sebuah kek yang aneh") pikir si Inggris. Dia pun membeli setepek/sekeping belacan ini, mencuil dan mencicipinya.
"What the heck" ("Apa-apaan ini").
Rasa belacan yang sangat asin dan aromanya yang sangat tajam merasuki indera pengecapnya. Buru-buru dia mencari segelas air putih untuk berkumur-kumur!
Belakangan, dia menceritakan tentang belacan ini kepada teman-temannya dengan memberi nama Inggris Malacca cheese (keju Melaka) untuk belacan!

Seandainya sudah ada internet pada zaman itu, mungkin yang masuk ke dalam kamus bahasa Inggris adalah Malacca cheese, alih-alih shrimp paste yang lebih keliru.

Catatan Tambahan:
Seorang teman SMA saya meng-Inggriskan "terasi" menjadi "terration."

Aspek Kuliner
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, ketika kedua orangtua saya masih ada, di rumah kami tiada hari tanpa sambal belacan (cabai merah/keriting yang ditumbuk/diulek kasar bersama bawang merah dan belacan gongseng/sangrai), biasanya tanpa tomat.
Jika lauk kami adalah ikan kembung goreng, almarhum ibu saya yang kreatif biasanya menambahkan irisan bawang merah dan kecap manis ke dalam sambal belacan dan ini namanya sambal pencuri!

Segala macam asam amino dari ikan kembung dan sambal pencuri itu sungguh menderu selera makan, apalagi jika nasi yang ditemani lauk yang satu ini dimakan hangat-hangat dan ramai-ramai. Sebuah kenikmatan ilahi yang sampai sekarang tidak bisa dirasakan oleh orang Barat, dalam hal ini orang Inggris!

Aspek Kimiawi
Kecepe/rebon dalam belacan, sebagaimana halnya bahan olahan seafood lain (kecalo, petis, ebi, ikan asin, kecap ikan, saus tiram, saus abalone dll.) mengandung belasan asam amino esensial. Dari sekian banyak fungsinya, asam-asam amino ini berinteraksi dengan indera pengecap pada lidah kita dan membangkitkan citarasa (Inggris: flavor, Mandarin: weidao) dan istilah paling populernya, dalam bahasa Jepang: umami (harfiah: rasa manis).

https://en.wikipedia.org/wiki/Kikunae_Ikeda
https://en.wikipedia.org/wiki/Kikunae_Ikeda
Kata umami diperkenalkan oleh Kikunae Ikeda dari Universitas Kekaisaran Tokyo, yang pada 1908 mengisolasi asam glutamat dari rumput laut Laminaria japonica (konbu, baca: kombu). Walaupun makna harfiahnya adalah rasa manis, yang kita adaptasi menjadi citarasa atau rasa gurih, sebenarnya umami dimaksudkan sebagai "rasa gurih yang menyenangkan" ("pleasant savory taste").

Ikeda memerhatikan bahwa, dashi (kaldu Jepang) yang terbuat dari katsuobushi (serutan daging ikan cakalang yang dikeringkan/Bonito flakes) dan konbu, memiliki sebuah rasa yang unik yang pada masa itu belum diuraikan secara saintifik. Rasa ini bukan manis, bukan asin, bukan masam, dan bukan pahit pula.

Untuk memverifikasi bahwa glutamat terionisasilah yang memberikan umami, Pak Ikeda mengkaji sifat-sifat rasa dari glutamat dalam bentuk garam Kalsium, Kalium, Amonium dan Magnesium. Semua garam* ini mengeluarkan umami dan rasa metalik karena kandungan mineralnya. Dari semua garam ini, Natrium glutamatlah yang paling mudah larut, paling enak, dan paling mudah mengkristal. Pak Ikeda menamakan produknya ini monosodium glutamate (mononatrium glutamat), dipatenkan dan diproduksi sebagai MSG, dan pada 1909 Suzuki bersaudara memulai produksi komersial MSG ini dengan merek Ajinomoto (harfiah: saripati rasa).

*Sebenarnya Pak Ikeda tidak perlu capek-capek meneliti semua garam ini, cukup garam Natriumnya saja, seperti yang terdapat dalam garam dapur (Natrium klorida), tapi mau bilang apa lagi, ini mengikuti prosedur penelitian yang harus mencakupkan pembanding.

Di Sumatera Utara, orang lebih lazim menggunakan istilah Ajinomoto ketimbang MSG maupun micin (yang sebenarnya berasal dari Ve-tsin, merek MSG buatan Tien Chu Ve-Tsin Chemical Limited Hong Kong).

Orang Jepang sendiri yang pada awalnya meragukan MSG karena dibuat secara sintetis, tetap menggunakan dashi sebagai penggurih. Sekarang mereka sudah yakin dan menggunakan MSG sebagai penggurih, utamanya dalam makanan instan. Sekarang sudah ada juga alternatif atau setidaknya tambahan untuk MSG, yaitu Dinatriun inosinat dan Dinatrium guanilat.

Yang mau saya sampaikan lagi, apa reaksi orang Barat (Amerika) terhadap penemuan besar Pak Ikeda ini? Kebakaran dagu (karena nggak ada jenggotnya)!

Dalam lembaran Wikipedia yang sama disebutkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (the U.S. Food and Drug Administration/FDA) menandai MSG sebagai Umumnya Diakui sebagai Aman (Generally Recognized as Safe/GRAS) - sebuah penilaian yang positif.

Sekaligus menyebutkan:
Sudah menjadi keyakinan umum bahwa MSG bisa menyebabkan sakit kepala dan perasaan tak enak lainnya, yang (dengan sok tahu) diistilahkan dengan Chinese restaurant syndrome (Sindroma Restoran China), tetapi kajian tersamar tidak menunjukkan adanya efek-efek yang demikian jika MSG digunakan dalam konsentrasi normal. - sebuah penilaian yang sangat mendiskreditkan MSG sekaligus ungkapan yang sangat mubazir.

Istilah Sindroma Restoran China dikoin oleh seorang ilmuwan go-block, picik, dan jahat, dan pada 1968 pertama kali masuk ke dalam sebuah surat yang muncul di Jurnal Kedokteran New England (New England Journal of Medicine) yang mengklaim bahwa Chinese food menyebabkan sindroma ini. Bahkan sebuah jurnal bereputasi tinggi macam New England Journal of Medicine ini pun bisa kecolongan dan tercelai!

Bagaikan, maaf, kentut (ditembak lantai kena hidung), si ilmuwan yang nggak pantas disebut ilmuwan ini hendak menjelek-jelekkan orang Jepang (penginvensi MSG, pak Ikeda di atas) tapi yang kena sasaran malah orang China.

Mari kita semua membuka mata lebar-lebar melihat kelakuan orang-orang seperti ini. Di balik stigmatisasi MSG, orang Amerika sampai hari ini masih gencar mengkaji sebuah zat penting yang digunakan sebagai antidepresan. Zat apakah itu? Asam glutamat! Ini salah sebuah jurnalnya yang sudah terbit: The role of glutamate on the action of antidepressants.
Bahkan, mereka juga melakukan kajian tentang asam poli(L-glutamat) sebagai konjugat obat antikanker. Ini salah sebuah jurnalnya.
What the heck?
Mereka inilah semunafik-munafiknya manusia!

Sebuah peribahasa Batak berbunyi: Dang di ahu dang di ho, tumagon tu begu (Tidak untukku, tidak untukmu, mendingan untuk begu/setan saja), sebuah ungkapan ketika seseorang dihadapkan pada pilihan yang sulit, sama seperti memakan buah simalakama.
Di sini dan dari kalimat ini, saya cuma mau pinjam satu kata Batak saja untuk menyebutkan orang-orang Barat di atas: begu!

Biarlah mereka terus merampas keluhuran Timur (lihat artikel saya: Timur Itu Luhur, Berbanggalah), yang penting kita di sini tetap menikmati MSG (asam amino tunggal), apatah lagi belacan (asam amino berganda)!

Bukankah Albert Einstein sendiri yang mengatakan: Science without religion is lame, religion without science is blind (Sains tanpa agama adalah pincang, agama tanpa sains adalah buta), yang, tanpa mengecilkan makna agama maupun mendiskreditkan para ateis, saya pribadi juga yakini sebagai:
Sains tanpa moralitas agama adalah pincang, agama tanpa sains adalah buta.

Jonggol, 10 April 2021
Sebuah kontemplasi,

Johan Japardi


Poskrip
MSG yang kini berusia 113 tahun, hendak dijelek-jelekkan sejak 1968, tapi bak pepatah Jawa, Becik ketitik ala ketara-lah yang akan berlaku pada akhirnya.

Special thanks to Mr. Sirpa, fellow Kompasianer from Campbell, CA, USA, who inspired me to write this article.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun