Kenapa Guru Harus Jadi Penulis?
1. Karena ilmu bukan sekadar disampaikan, tapi diwariskan.
Menulis membuat ilmu yang kita ajarkan hari ini tetap hidup esok hari... bahkan setelah kita pensiun. Lisan bisa hilang, tapi tulisan bertahan.
2. Karena menulis itu mengikat ilmu.
Imam Syafi’i berkata: "Ilmu itu bagaikan hewan buruan, dan menulis adalah tali pengikatnya."
Guru yang menulis akan lebih dalam merenungi materi ajarnya. Ia tidak sekadar mengajar, tapi mendalami.
3. Karena guru adalah saksi zaman.
Setiap hari guru menyaksikan perubahan, tantangan, dan dinamika sosial. Kalau bukan guru yang menulis tentang realita pendidikan, siapa lagi?
4. Karena menulis adalah bentuk perjuangan.
Di tengah arus disinformasi, tulisan guru bisa menjadi penyeimbang nalar publik. Menulis bukan cuma hobi, tapi juga amar ma’ruf nahi munkar dalam bentuk tinta.
5. Karena murid tidak hanya butuh pelajaran, tapi juga keteladanan.
Saat murid tahu gurunya aktif menulis, mereka belajar bahwa ilmu tak berhenti di kelas. Itu akan menginspirasi mereka menjadi pembelajar seumur hidup.
“Tapi Prof... Jika bersuara, kami sebagian besar ASN dan kami takut dibungkam...”
Saya jawab:
"Kalau suara itu hanya satu, mungkin bisa ditekan. Tapi jika kita bersuara bersama... siapa yang bisa membungkam nurani para guru?"
Selama tulisan mereka tidak hoax, tidak menyebar kebencian, dan disampaikan dengan niat baik maka menulis adalah bagian dari jihad ilmu. Dan saya percaya, tugas guru tak berhenti di papan tulis... tapi juga menyentuh publik melalui narasi.
Saya juga ajak mereka bergabung ke komunitas penulis, agar tidak sendiri dalam menyuarakan kebenaran. Sebab dalam kebersamaan, akan lahir keberanian dan kekuatan menyuarakan nilai-nilai pendidikan dan moral bangsa.