Hening yang Menghantam
Pukul tiga dini hari. Angin berdesir pelan, tapi cukup menusuk dada. Di sebuah ruang kecil dengan cahaya lampu remang, seorang pria duduk bersandar di dinding. Matanya menatap kosong, tangannya menggenggam selembar kertas lusuh... proposal usaha yang tak pernah dilirik siapa pun.
Tak ada tangisan, hanya napas berat yang tertahan. Dunia seolah menutup telinga dan membiarkannya berbicara sendiri.
Mengapa Selalu Begini?
Dia tak malas. Dia tak bodoh. Dia sudah berusaha. Namun entah mengapa, setiap langkah selalu dihadang oleh tembok tak kasat mata. Semua ide seakan basi sebelum sempat dipresentasikan. Semua janji hanya tinggal pesan yang tak dibaca.
Dan kini, dia hanya duduk, menatap lantai yang dingin, bertanya... adakah yang mendengarnya?
Mungkin Bukan Dunia yang Harus Mendengar
Kadang, kita terlalu sibuk mencari perhatian manusia. Kita mendambakan validasi, dukungan, dan pengakuan dari sesama. Padahal, ada satu tempat yang tidak butuh proposal, tidak butuh presentasi, tidak butuh koneksi.
"Tempat itu bernama sajadah".
Tunggul dan Titik Terendah
Seperti tunggul pohon yang tinggal batangnya, begitulah dia merasa. Semua daun harapan gugur. Tapi di situlah letak keajaibannya. Tunggul yang tertanam, meski diam, masih hidup. Ia bisa tumbuh lagi... jika hujan turun.
Dan malam itu... hujan turun. Bukan dari langit, tapi dari matanya sendiri. Tangis yang tak terdengar oleh siapa pun, tapi mungkin, didengar oleh yang Maha Mendengar.
Hujan, Doa, dan Keajaiban yang Tak Terdengar
Saat dia bersujud dalam hening, tak ada kilat atau suara guntur. Namun, sebuah ketenangan turun perlahan. Tak mengubah dunia luar, tapi menguatkan dunia di dalam dadanya.
Kadang, itu lebih dari cukup.
Ilmu Psikologi Bicara
Penelitian dari Harvard menyebutkan bahwa praktik spiritual seperti bermeditasi atau berdoa di malam hari mampu meredakan stres berat dan memperkuat daya tahan emosional seseorang. Aktivitas tersebut menciptakan efek serupa seperti emotional regulation therapy.
"Artinya, tahajud bukan sekadar ibadah... tapi juga terapi".
Jika Kau Sedang di Titik Terendah
Bangunlah. Bukan untuk membuktikan pada dunia. Tapi untuk menyelamatkan jiwamu sendiri. Wudhu, sajadah, dan sujud mungkin tak langsung menurunkan uang dari langit... tapi cukup membuatmu kuat untuk kembali bangkit esok hari.
Aku Pernah di Sana
Saya pernah merasakan menjadi tunggul. Tidak punya apa-apa, bahkan kehilangan arah. Tapi malam itu, ketika saya sujud di antara rasa marah dan putus asa, ada hal aneh terjadi... saya tertawa. Karena ternyata, saya masih hidup. Masih bisa sujud.
Dan sejak malam itu... hidup saya perlahan berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI