Mohon tunggu...
jody aryono
jody aryono Mohon Tunggu... Konsultan IT dan Developer Sistem Berbasis AI | Assesor LSP Informatika

Seorang Senior IT Konsultan Teknologi dan juga Edukator Koding dan Kecerdasan Artifisial, yang fokus pada pengembangan Sistem berbasis AI dan solusi digital untuk instansi pemerintah, masjid, dan komunitas. Aktif menulis seputar teknologi, produktivitas, serta pemanfaatan kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari. Topik favorit saya antara lain: AI, dakwah digital, coding, dan edukasi masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI dan kecanduan Informasi: Siapa yg mengendalikan siapa?

8 Juli 2025   11:10 Diperbarui: 8 Juli 2025   07:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: AI Image Generated ChatGPT4.0 Prompt By Jody Ayono

Di era serba digital seperti sekarang, kita disuguhi lautan informasi tanpa henti. Mulai dari notifikasi media sosial, rekomendasi video, hingga hasil pencarian yang tampaknya tahu isi hati kita. Di balik kenyamanan itu, ada entitas tak terlihat yang bekerja tanpa lelah: kecerdasan buatan.

Ketika AI Menjadi Kurator Hidup Kita

Artificial Intelligence tak lagi sekadar alat bantu pencarian. Ia kini menjadi kurator informasi pribadi: menentukan berita apa yang kita baca, video mana yang kita tonton, hingga produk apa yang kita beli. Algoritma dibentuk untuk satu tujuan utama---menjaga perhatian kita tetap tertambat selama mungkin.

Semakin lama kita bertahan di layar, semakin besar peluang keuntungan bagi penyedia platform. Maka tak heran, AI mulai mengenali pola kita, membentuk gelembung informasi (filter bubble), dan secara perlahan, menggiring preferensi serta pandangan kita tanpa disadari.

Informasi yang Terlalu Banyak Bisa Beracun

Di satu sisi, AI membantu menyaring jutaan data agar relevan bagi pengguna. Namun di sisi lain, terlalu banyak informasi justru bisa menimbulkan efek kecanduan, kelelahan kognitif, dan bahkan depresi digital. Kita terus scroll tanpa henti, selalu merasa ada informasi yang tertinggal, FOMO pun tak terelakkan.

Ironisnya, manusia yang menciptakan AI kini justru dikendalikan olehnya. Kita bukan lagi pengendali, tapi konsumen pasif yang diberi apa yang AI pikir kita butuhkan.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Di titik ini, pertanyaannya berubah dari "seberapa canggih AI?" menjadi "seberapa bertanggung jawab manusia yang merancangnya?". Jika algoritma hanya mengejar klik dan waktu layar tanpa mempertimbangkan kesehatan mental pengguna, maka kita tengah menciptakan mesin yang memperparah kecanduan, bukan menyembuhkannya.

Menjadi Pengendali Kembali

Solusinya bukan membuang teknologi, tetapi mengembalikan kontrol pada manusia. Edukasi digital, kesadaran akan cara kerja algoritma, dan desain etis menjadi hal penting ke depan. AI seharusnya menjadi alat bantu manusia untuk tumbuh, bukan penjara tak kasat mata yang membuat kita lupa dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun