5. Mundur dari Reformasi? Kekhawatiran Para Aktivis dan Akademisi
Tak hanya masyarakat sipil, tetapi juga ratusan aktivis dan akademisi menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI ini. Mereka menilai bahwa regulasi ini berpotensi melemahkan demokrasi dan mengarah pada kemunduran reformasi yang diperjuangkan sejak era kejatuhan Soeharto. Di masa Orde Baru, militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan, tidak hanya sebagai kekuatan pertahanan, tetapi juga sebagai pengatur kehidupan sosial-politik. Konsekuensinya adalah demokrasi terhambat, kebebasan sipil terpinggirkan, dan pelanggaran HAM terjadi tanpa akuntabilitas yang jelas. Oleh karena itu, banyak yang bertanya-tanya apakah pengesahan cepat RUU TNI ini merupakan langkah maju untuk modernisasi pertahanan, atau justru langkah mundur menuju era di mana militer memiliki cengkeraman kuat dalam politik?
Implikasi terhadap Politik & Hukum di Indonesia
Dengan kecepatan pengesahan RUU TNI dibandingkan dengan RUU TPKS dan RUU Perampasan Aset menunjukkan pola yang menarik. Pemerintah dan DPR sebenarnya bisa bekerja cepat jika regulasi tersebut dianggap "cukup penting" bagi mereka. Jadi, jika sebuah RUU memerlukan waktu bertahun-tahun untuk disahkan, bukan karena sistem yang lambat, melainkan karena belum ada yang merasa mendesak untuk mempercepatnya. Ketimpangan ini memperlihatkan jelas bagaimana politik Indonesia masih dipengaruhi oleh kepentingan elite. Lantas, apa dampak yang perlu diwaspadai ke depan?Â
- Potensi Militerisasi dalam Pemerintahan -- Jika benar bahwa RUU TNI memungkinkan militer lebih terlibat dalam sektor sipil, maka ada risiko kembalinya dominasi militer dalam politik, mengingat sejarah kelam era Orde Baru yang penuh dengan kontrol militer terhadap kehidupan politik dan sosial.
- Ketidakadilan dalam Prioritas Legislasi -- RUU yang lebih berdampak bagi rakyat, seperti RUU TPKS dan RUU Perampasan Aset, sering kali terabaikan hanya karena tidak menguntungkan kelompok tertentu. Ini memperburuk citra DPR yang kini lebih dikenal sebagai "Dewan Perampok Rakyat," lembaga yang lebih banyak mewakili kepentingan kelompok tertentu daripada rakyat yang seharusnya diwakilinya.
- Meningkatnya Kecurigaan Publik terhadap DPR -- Pergeseran fokus pada kepentingan elite dan pengesahan RUU tertentu dengan cepat semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap DPR. Jika DPR terus mengabaikan aspirasi rakyat, citra mereka sebagai wakil rakyat sejati akan semakin tercoreng, dan kecurigaan terhadap lembaga ini akan terus meningkat.Â
Ketimpangan dalam pengesahan RUU dalam politik Indonesia menimbulkan berbagai pertanyaan tentang transparansi dan prioritas pemerintah dalam merumuskan regulasi. Dugaan adanya hidden agenda semakin memperkuat persepsi bahwa hukum di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan politik elite. Apakah Indonesia benar-benar semakin mendekat pada keadaan "Indonesia Gelap"?  Apakah masyarakat yang semakin kritis dan aktif dalam mengawasi kebijakan pemerintah dan DPR dapat membawa perubahan, meskipun pemerintah dan DPR cenderung mengabaikan suara rakyat? Apakah benar pengesahan ini merupakan langkah untuk memenuhi urgensi nasional atau ada faktor lain yang memengaruhi keputusan tersebut?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI