Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Radio Masih Dibutuhkan Ketika Terjadi Bencana Alam

30 September 2018   13:57 Diperbarui: 30 September 2018   15:27 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buku ini telah diapresiasi dan mendapat penilaian LIPI (JM)

Belum tuntas penanganan gempa di Lombok (NTB), atau masih dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, kini kembali kita dikejutkan peristiwa gempa bumi di Palu (Donggala). Dua peristiwa bencana alam yang cukup dahsyat berkekuatan hampir sama di angka 7 skala richter tersebut pastinya menggugah kita semua untuk menaruh perhatian.

Sejenak jika penulis bayang/bandingkan peristiwa gempa tektonik di Yogyakarta dan sekitar pada tahun 2006 dengan kekuatan 5,9 skala richter saja sudah meluluh-lantakkan berbagai bangunan/rumah, gedung serta fasilitas publik lainnya. Tercatat saat itu (hingga keadaan dinyatakan aman) jumlah korban tewas mencapai 5.857 orang, rumah rata dengan tanah mencapai 84.643 unit, rumah rusak berat 135.048 unit, rusak sedang dan ringan 188.234 unit, total kerugian mencapai 29,2 trilyun.

Tentunya untuk dua lokasi (Lombok dan Palu) dengan guncangan hampir sama yaitu 7 skala richter -- tergolong gempa besar dan berbahaya, apalagi disusul tsunami di Palu yang akan  menambah jumlah korban. Hanya saja mengingat kepadatan penduduk di Yogya dan sekitar lebih tinggi sehingga korban tewas akibat gempa pastinya lebih besar.

Dari berbagai peristiwa gempa tersebut, mengindikasikan bahwa di negara kita dapat disebut rawan gempa bumi. Mulai gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 yang luar biasa korbannya, hingga gempa di Palu/Donggala ini mengajak kita untuk banyak belajar peristiwa serupa dan berupaya bagaimana melakukan tanggap darurat serta penanganan pasca-gempa.

Berdasar pengalaman langsung saat gempa di Yogya, hal yang perlu dilakukan manakala terjadi bencana alam/gempa yaitu pertolongan darurat manusia/korban, pemenuhan kebutuhan pokok para korban (pangan dan obat-obatan), disusul bantuan fisik, hingga pemulihan (rekonstruksi dan rehabilitasi).

Pada bagian lain, yang tak kalah pentingnya untuk dilakukan dalam suasana urgen/genting seperti itulah maka kemudahan konektivitas, koordinasi antarelemen terkait sangat dibutuhkan, termasuk layanan informasi faktual terkini guna memberikan kepastian suasana, meredam rasa panik warga sehingga memperlancar langkah-langkah pertolongan darurat hingga penanganan pasca-gempa.  

Perlu dipahami bahwa sesaat setelah terjadi gempa berkekuatan besar, disusul runtuhnya beberapa bangunan, rusaknya berbagai infrastruktur dan instalasi penting, padamnya aliran listrik di tengah suasana duka, mencekam dalam gelap dan hanya medium radio satu-satunya sarana komunikasi yang masih bisa difungsikan. Sarana komunikasi lain yang lebih modernpun hampir semuanya non-aktif mengingat instalasi pendukungnya ikutan ambruk/hancur diterjang gempa.

Radio Sonora FM Yogyakarta, patut dibanggakan keberadaannya. Sesaat setelah terjadi gempa, stasiun radio siaran ini yang masih bertahan dan terus mengudara di tengah sepi/sunyinya arus informasi. Terutama dalam siaran-siarannya yang tak henti menyiarkan berita terkini dengan menempatkan reporternya di berbagai lokasi. 

Isu dan "kabar bohong" akan terjadi tsunami yang sudah terlanjur menyebar dan menyebabkan ribuan warga Yogya berduyun-duyun menuju ke arah utara (dataran tinggi) guna mengamankan diri akhirnya dapat diredam.

Di samping itu, mengingat kehidupan masyarakat Yogya dan sekitarnya yang humanis juga banyak ditemui komunitas sosial kemanusiaan ditandai bertumbuhnya Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI), dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) telah banyak mendukung atau memberikan bantuan komunikasi. 

Berbekal rangkaian alat komunikasi sederhana HT (Handy Talkie), sehingga dalam suasana darurat telah ikut berkontribusi nyata seperti manakala terjadi gempa tektonik tahun 2006 lalu.

Nah, berangkat dari catatan peristiwa sepeti penulis paparkan di atas -- maka dalam suasana urgen/mendesak seperti terjadinya bencana alam atau bencana lain sangat dibutuhkan informasi yang dapat memperlancar pertolongan dan penanganan lebih lanjut. Hingga saat ini, satu-satunya alat komunikasi untuk menyebarkan dan berbagi informasi tercepat, efisien, mampu menjangkau area/lokasi darurat bencana hanyalah medium radio.

Kehadiran radio sebagai sarana komunikasi punya kelebihan bisa menyampaikan informasi terkini kepada khalayak luas. Walaupun medium ini termasuk kategori sebagai media konvensional atau sebagai media tradisional, tetapi dilihat dari fungsinya sebagai sarana komunikasi sampai saat ini masih punya sisi kelebihan dibanding media lainnya. Dalam perkataan lain, radio masih dibutuhkan terutama ketika terjadi bencana alam maupun keadaan darurat lainnya.

Ini terkait: 

Mengenang Gempa Tektonik 2006 di Yogyakarta dan Sekitarnya (1)

JM (30-9-2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun