Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Tom Haye Hitungan Hari, Ivana Lie Perlu Lima Tahun

31 Maret 2024   09:40 Diperbarui: 31 Maret 2024   14:32 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ivana Lie Ing Hoa di depan Kampus Bulu Tangkis miliknya pada 1988. (Foto Jimmy S Harianto)

Meski sebenarnya besar dan lahir di Indonesia (orang tua Ivana Lie Ing Hoa, Lie Tjung Sin dan Kiun Yun Moi adalah WNA kelahiran Tiongkok), Ivana tak berpaspor. Tindakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa di Indonesia itu akibat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1959 yang melarang "orang asing berdagang eceran di tingkat kabupaten ke bawah, serta wajib mengalihkan usahanya kepada warga Indonesia"...

Dampak dari peraturan ini , maka terjadi eksodus besar-besaran etnis Tionghoa di Indonesia mereka hijrah ke China. Banyak di antaranya, adalah pemain-pemain bulu tangkis andal keturunan China di Indonesia yang akhirnya mempelopori bulu tangkis di negeri Panda tersebut. Sampai akhirnya, China pun merajai bulu tangkis, menjadi rival siapapun di dunia, termasuk Indonesia.

Peraturan diskriminatif itu pun kemudian dihapuskan di era Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja, saat ia mengeluarkan Peraturan Menteri Kehakiman No 3/4/12 tahun 1978. Antara lain isinya, "setiap warga negara Republik Indonesia yang perlu membuktikan kewarganegaraannya, dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman untuk memperoleh SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan RI).

Tetapi ya itu tadi, soal mentalitas birokrasi pada masa itu. Slogan "kalau bisa dipersulit, kenapa mesti dipermudah?" pun berlaku. Sehingga para warga keturunan Tionghoa menjadi obyek pemerasan dalam hal mengurus SBKRI. Selain mahal, juga sulit berbelit-belit.

Hingga suatu ketika, Ivana menceritakan nasibnya itu saat bertemu Presiden Soeharto menjelang keberangkatan tim Piala Thomas dan Piala Uber 1981. (Saya pernah menuliskannya di Kompas pada tahun itu). Dalam pertemuan formal dengan Kepala Negara itu, Ivana memberanikan diri berseloroh dengan Presiden.

"Pak, saya KTP pun tak punya...," celetuk Ivana Lie. Rupanya celetukan Ivana itu ditanggapi serius oleh Soeharto, bahkan Presiden memerintahkan untuk mengurus surat-surat pemain bulu  tangkis seperti juga Ivana.


Begitu mendapatkan paspor, enam bulan kemudian, Ivana pun langsung semangat.... mempersembahkan medali emas Asian Games 1982 New Delhi di nomor Ganda Campuran bersama Christian Hadinata seniornya... *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun