"Pakai QRIS aja pak", jawabnya sambil menunjuk logo QRIS yang tertempel di gerobaknya.
"Wah, saya gaptek pak. Tolong ajarin dong".
Sejak saat itulah penulis mulai bisa menggunakan QRIS untuk transaksi pembayaran. Memang praktis tapi handphone yang kita miliki harus siap setiap saat termasuk quotanya.
Jika membandingkan transaksi menggunakan kartu debit dan QRIS dari sisi waktu, maka hasil studi yang penulis lakukan menghasilkan data:
- Debit = 1 ~ 2 menit
- QRIS = 20 detik
Perbedaan waktu yang cukup signifikan, apalagi kalau ada antrian yang mengular saat pembayaran di kasir. Para pengantri, terutama emak-emak, tentu tidak akan ngomel-ngomel.
Nah jika membandingkan biaya transaksi belanja antara QRIS dengan kartu made in Amerika (Visa atau Mastercard):
- Kartu = 1,75%
- QRIS = 0,3% ~ 0,7% (tergantung kategori pelaku usaha)
Pantesan ya, Amerika menolak QRIS karena biaya transaksi yang kita lakukan tidak akan masuk ke Amerika dulu sehingga perusahaan-perusahaan pembayaran Amerika tidak lagi mendapatkan keuntungan dari transaksi.
Memang di luar nurul juga sih, ibarat kata, masa iya kita jajan sate di pinggir jalan, perusahaan sono dapet komisi?
Saat ini QRIS sudah merambah ke negara-negara Asean bahkan akan resmi digunakan di Jepang dan Cina pada tanggal 17 Agustus 2025. Negara-negara lain akan menyusul.
Amerika tentu tidak tinggal diam. Selain protes soal QRIS, beberapa kebijakan aneh telah disuarakan. Misalnya tarif impor produk Indonesia ke Amerika yang bergonta-ganti nilainya dari 32% menjadi 19%, terkesan suka-suka tergantung sikon serta syarat dan ketentuan berlaku.
Indonesia pun tidak tinggal diam. Tim negosiasi sudah bolak-balik ke Amerika dan hasilnya masih tunggu perkembangan informasi lebih lanjut.