Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Upeti PPN dan PPnBM yang Disia-siakan

13 September 2020   13:05 Diperbarui: 13 September 2020   13:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari LHP-LKPP (audited), istimewa

Artinya, PPN dari sebotol air mineral dingin yang ingin diguyurkan ke kerongkongan yang kering di tengah teriknya matahari tadi, seluruhnya ditanggung pembeli. Konsumen akhir. Bukan pabrik yang memproduksi. Bukan juga pemasok yang mendistribusikan ke gudang-gudang jaringan waralaba toserba. Tidak pula, jaringan waralaba toserba yang mendinginkan dan menjualnya ke pembeli yang kehausan itu.

PPN (dan PPnBM atau Pajak Penjualan Barang Mewah) yang dibayar rakyat atas air mineral dingin yang diminumnya, listrik yang mengaliri rumahnya, bahan bakar yang digunakan kendaraannya, deterjen untuk mencuci pakaian yang dikenakannya, sabun dan odol yang digunakannya saat mandi sebelum berangkat pagi tadi, dan seterusnya -- sepanjang tahun 2019 kemarin -- berjumlah Rp 534,9 triliun (LKPP, audited).

Jumlah tersebut hampir setara dengan 1/4 pendapatan operasional negara tahun 2019 yang berjumlah Rp 2.168,9 triliun.

***

Lalu, berapa bagiankah dari jenis 'upeti' yang kita serahkan setiap kali membeli kebutuhan barang dan jasa tersebut -- kecuali segelintir yang dikecualikan -- yang digunakan untuk membiayai kesejahteraan pegawai pemerintah pusat (termasuk perjalanan dinasnya)?

80,1 persen.

Porsi tersebut, sejak tahun 2014, terus meningkat. Jauh di atas periode-periode sebelumnya.

Sepatutnya seluruh aparat negara hari ini, termasuk pegawai kontraknya, perlu cepat-cepat bercermin pada realita tersebut di atas. Sebab, hampir semua Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dikutipi dari 276 juta lebih rakyat Indonesia, sejatinya hanya untuk membiayai kesejahteraan dan kemewahan hidup mereka.

Tentu, para aparat itu pun termasuk rakyat pembayar PPN dan PPnBM.  Hari ini jumlah mereka dan anggota keluarganya, kurang lebih 7,5% penduduk Indonesia.

Tapi, apa masih pantas membusung dada dan bersikap mentang-mentang kepada mereka yang bercucuran peluh dan air mata, menyantuni segala kesejahteraan dan kemewahan hidup diri dan keluarganya, sementara hasil kerja dan pelayanan yang diberikan terus memburuk?

***

Mengapa dikatakan (kurang-lebih) semua 'upeti' berbentuk PPN dan PPnBM yang ditarik penguasa atas nama negara, hanya digunakan untuk membiayai kesejahteraan hidup dan kemewahan aparatnya semata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun