Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Drama Pencalonan Presiden Indonesia 2019-2024

10 Juli 2018   21:29 Diperbarui: 11 Juli 2018   09:29 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

+++

Sementara itu, mengusung calon Wakil Presiden yang memliki kepiawaian ekonomi dan manajemen birokrasi pembangunan, adalah hal yang paling sulit dibanding sosok ulama tadi. Hal ini semata karena pencapaian kemajuan perekonomian kita hari ini belum mampu menempati posisi yang ajeg. 

Dalam beberapa hal, pengaruh global terhadap berbagai persoalan yang terjadi diluar kemampuan pemerintah mengendalikannya --- seperti kelesuan pasar global terhadap komoditas unggulan Nasional, kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional yang berpengaruh terhadap inflasi domestik, serta pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing yang pada akhirnya menggerus cadangan devisa --- berpeluang diputar balikkan sebagai kegagalan atau kelemahan pemerintahan Joko Widodo.

Apalagi jika bumbu hutang luar negeri dan kehadiran investasi asing terus digoreng sebagian kalangan di luar proporsi yang sebenarnya.

Meski demikian, andai PDIP --- dan partai lain yang mendukungnya mencalonkan kembali Jokowi sebagai Presiden RI --- mengajukan wakil dari kalangan yang memiliki pemahaman ekonomi dan manajemen birokrasi pembangunan, saya duga peluang keberpihakan pemilih terhadap mereka jauh lebih besar dibanding wakil yang berasal dari kalangan Kepolisian.

Sebaliknya, dibanding wakil yang berasal dari kalangan ulama dan tokoh Islam, kemungkinan jauh lebih populer dibanding ahli ekonomi dan majerial birokrasi pembangunan.

++

Pilihan terbaik terhadap wakil yang akan dipasangkan dengan Joko Widodo, mungkin pada mereka yang berasal dari kalangan tentara. Tentunya bukan berasal dari mereka yang masih aktif. Sebab kita bukan ingin mengulang pengalaman buruk 'dwi fungsi' di masa Orde Baru.

TNI yang telah purna tugas tentunya memliki status dan kedudukan yang sama dengan masyarakat sipil yang lain. Sementara itu, kita pun telah memaklumi jika proses reformasi yang paling berhasil sejak digulirkan tahun 1998 lalu, adalah yang berlangsung di lingkungan TNI. 

Meskipun belum sempurna, mereka relatif sukses melaksanakan sebagian hal penting yang diamanahkan. Proses kembali ke barak, penghapusan dwi fungsi yang sebenarnya, dan peniadaan berbagai peran dan kegiatan sipil yang sebelumnya aktif melibatkan mereka --- terutama dalam berbagai aktifitas usaha strategis --- relatif berhasil mereka tunaikan.

Hal yang mungkin masih mengganjal hanya pada proses peradilan pidana yang melibatkan oknum maupun oganisasi tentara yang masih aktif. Dalam hal itu, mereka masih berhak mendapatkan perlakuan khusus dalam proses penegakan hukumnya. Yakni melalui sistem peradilan Militer. Bukan Pengadilan Umum sebagaimana masyarakat sipil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun