Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Heboh Transaksi Online, Menunggu Negara Hadir

16 Maret 2016   17:51 Diperbarui: 23 Maret 2016   02:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seandainya pribadi-pribadi yang menjalani usaha taksi berbasis aplikasi online hari ini dapat mendaftarkan diri sebagai pengusaha angkutan umum - tentunya setelah batasan hanya badan hukum yang diperkenankan mendaftar sebagaimana tertuang pada pasal 139 dianulir - maka pasal 183 sesungguhnya telah menjamin kemerdekaan mereka untuk menentukan tarif sendiri. Lebih lanjut, Undang-Undang itu sebetulnya juga perlu memisahkan secara tegas terminologi angkutan umum dengan angkutan komersial. Dengan demikian kerancuan tanggung-jawab Pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan minat partisipasi dunia usaha untuk menekuni industri layanan transportasi tidak tercampur aduk.

Sampai disini, bukankah lebih dari pantas bagi kita untuk mempertanyakan kesungguhan Pemerintah - bersama dengan legislator yang ada di DPR - membongkar, memperbaiki, dan menyempurnakan segala warisan tatanan masa lampau sehingga lebih bersesuaian dengan kehidupan faktual hari ini maupun perkembangan yang sedang dan akan terjadi di masa datang?

Bersikukuh dengan undang-undang dan peraturan usang yang telah tertinggal jauh dengan perkembangan zaman bukan pilihan bijak. Bahwa selama ini terlena, tidak tanggap, atau belum tercerahkan adalah soal lain. Hal yang penting, tetap ada iktikad untuk memperbaiki, menyempurnakan, dan mengejar segala ketinggalan yang terjadi.

***

Kita jangan latah menutupi inkompetensi negara yang terpapar dalam kasus ini. Mantan Menteri Perhubungan di akhir era pertama pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, Jusman Syafii Jamal, menulis pada laman facebooknya “Dengan begitu pilihan apa yang hendak dilakukan oleh Kementerian Perhubungan tak ada lain kecuali menegakkan amanat Undang Undang No 22/2009 terutama tentang Angkutan Umum.

Saya kira sungguh sebuah pemikiran yang keliru.

Saya tak tahu apakah perkeliruan cara fikir Jusman karena terpengaruh dialog Indonesian Lawyer Club yang disitirnya sebelum menuliskan kesimpulan di atas.

Seorang mitra taksi online yang diwanwancara Karni Ilyas, pembawa acara ILC di TV One, malam itu mengatakan bahwa ia tak membayar pajak. Pernyataan itu sesungguhnya mengundang multi-interpretasi. Pertama, ia tak membayar karena tak tahu kewajibannya sebagai warga negara yang harus membayar pajak. Mungkin Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pun ia tak punya. 

Apalagi mengisi SPT yang sesungguhnya wajib dilakukannya. Kedua, ia tak membayar pajak karena merasa segala sesuatu telah ditangani koperasi yang menaungi keberadaannya. Hampir setiap pengemudi Uber yang saya wawancarai menyatakan mereka tergabung dengan badan hukum koperasi persewaan kendaraan. Disana pendapatan mereka yang terkumpul dipotong sekian persen secara berkala. Menurut pemahaman sebagian diantara mereka, pemotongan itu termasuk kewajiban pajak yang harus disetor ke negara. 

Dan yang terakhir, ketiga, mereka memang dengan sengaja menghindar dan tidak melaporkan pendapatannya dalam SPT yang disampaikan setiap tahun. Kemungkinan ketiga ini agaknya sangat kecil karena pernyataan itu seperti melakukan pembangkangan secara terbuka.

Disini terkuak inkompetensi lain dari pengelola negara ini. Direktorat Pajak memang perlu bekerja cerdas untuk mensosialisasikan kepatuhan bagi para mitra taksi online yang berpotensi menjadi wajib pajak itu. Melalui mekanisme pelaporan yang semestinya dipatuhi, penelusuran para wajib pajak dapat dilakukan. Bukankah pajak final 'sewa kendaraan' yang harus dilaporkan badan usaha (koperasi) yang menaungi dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk identifikasi para pengemudi taksi online sehingga mereka menjadi wajib pajak pribadi yang aktif?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun