Mohon tunggu...
Jihan Infatiha
Jihan Infatiha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa PAI 2019 IAIN Jember
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam A1

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pengertian Filsafat Pendidikan Idealisme dan Filosofi Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan Idealisme

1 April 2020   18:55 Diperbarui: 1 April 2020   18:49 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme adalah sebuah aliran yang berfaham bahwa pengetahuan dan kebenaran itu  yang tertinggi adalah ide atau pemikiran. Ide ini didapatkan oleh satu orang saja bukan ide menurut orang lain. Secara kelembagaan instruksional pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Aliran idealisme ini menggunakan evaluasi essay. Karena essay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dapat menigkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Jadi dapat disimpulkan bahwa aliran idealisme adalah suatu aliran filsafat yang mengutamakan atau mengedepankan akal pemikiran manusia sehingga sesuatu akan terwujud atas dasar pemikiran manusia tersebut bukan pemikiran dari manusia lain atau makhluk ghaib. Dalam pendidikan aliran idealisme ini berkontribusi besar terhadap kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa kita lihat dari metode dan kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah. Filsafat idealisme sangat penting dalam dunia mendidikan karena meletakkan manusia atau peserta didik sebagai subjek memiliki pengetahuan yang tersimpan dalam dirinya, baik pengetahuan umum maupun agama. Pada taraf inilah, pendidikan harus mampu mengeluarkan seluruh potensi dalam diri anak didik, baik secara rasional dan nyata.


B. Filosofi Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan Idealisme
1. Plato
Berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak dapat diketahui oleh panca indra. Karena dunia itu maya atau berbeda dari kenyataan. Manusia tidak akan memiliki pengetahuan kalau manusia melihat dari sesuatu yang dapat berubah. Menurut plato manusia dapat memiliki pengetahuan apabila manusia memahami apa yang dipahami akal yaitu yang secara universal juga dipahami orang lain. Contohnya dalam ilmu matematika pertambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian tentu semua orang akan menjawab hasil yang sama seperti 5+5 = 10, 10x6 = 60. Berbeda ketika seseorang ditanya tentang bunga yang paling disukai pasti jawaban semua orang berbeda-beda ada yang menjawab bunga mawar, bunga melati, bunga anggrek, dan lain sebagainya. Kenapa jawaban orang berbeda? Karena setiap panca indra menghasilkan bentuk karya seni sendiri-sendiri yang menurut pandangan seseorang itu bagus. Jadi panca indra tidak bisa dipercaya dalam aliran ini untuk sebagai bukti. Plato juga mengungkapkan tujuan pendidikan bahwa pendidikan harus membentuk watak dan karakter siswa, bagaimana cara menjadi siswa yang kreatif dan produktif melalui pemikiran-pemikiran atau ide-idenya. Metode ini menyadari bahwa setiap pemikiran atau pengetahuan manusia itu berbeda-beda, sehingga membutuhkan jembatan yang menghubungkannya. Melalui jembatan sintesis inilah akan lahir pengetahuan bersama. Disini siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan potensinya dan guru menjadi Agent of Control dimana guru membimbing dan mengarahkan siswa ke arah yang progresif. Metode yang digunakan plato itu ada dua, yaitu :

a). Metode untuk tingkatan dasar
Menggunakan metode bermain atau Role Player (Bermain Peran). Diharapkan siswa mampu berkreativitas dengan ide-idenya. Biasanya digunakan untuk anak-anak Kelompok Bermain, PAUD, dan sekolah dasar.
b) Metode untuk tingkatan atas
Menggunakan metode dialektika yaitu metode dimana siswa harus berpikir kritis dan dituntut untuk memecahkan masalah. Diharapkan melalui tindakannya untuk memecahkan masalah dapat mengembangkan sebuah ide menjadi sebuah konsep dasar yang lebih universal.
2. David Hume dan Al-Ghazali
David hume dianggap sebagai tokoh yang membawa empirisme sebagai puncak kematangan yang berimplikasi pada skeptic atau skeptisisme. Skeptisisme adalah paham bahwa manusia tidak bisa mendapatkan kebenaran bahkan nihilisme yaitu paham yang mengatakan bahwa tidak ada atau nihil.. Karena David Hume menggunakan prinsip-prinsip empirisme dengan cara yang paling radikal, terutama pengertian hubungan sebab akibat atau substansi dan kausalitas yang menjadi objek kritis beliau.
Al-Ghazali melihat akal sebagai kekuatan fitri yang membedakan baik dan buruk, manfaa dan bahaya, dan sebagai ilmu tasawwur dan tashdiq. Selanjutnya Qalb (hati) menurut Al-Ghazali mempunyai kedudukan penting dalam perolehan ilmu. Ilmu yang diperoleh qalb ini lebih mendekati ilmu hakikat melalui ilham. Setalah mengungkapkan pengetahuan aksiomatis, jiwa mempunyai dua cara memperoleh ilmu, yaitu cara berpikir (al qiyas) dan cara menerima (al wajidan). Otak berhubungan dengan akal sedangkan qalb berhubungan dengan dzawq. Al Ghazali memosisikan dzawq lebih tinggi dari indra dan akal. Dzawq adalah daya tangkap suatu pengetahuan sekaligus bisa memahami pengetahuan tersebut sehingga bisa menghasilkan ilmu atau pengetahuan yang baru dan bermanfaat.
3. Immanuel Kant dan George W.F. Hegel
Immanuel Kant berpendapat bahwa semua pengetahuan itu mulai dari pengalaman tetapi tidak berarti semua dari pengalaman. Karena objek luar ditangkap oleh indra tetapi rasio yang mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman tersebut.
Geoge W.F. Hegel beliau dikenal sebagai filosof yang menggunakan dialektika sebagai metode filsafat. Beliau berpendapat bahwa yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan diri di dalam alam dengan maksud agar sadar akan dirinya sendiri. Hakikat roh adalah ide atau pikiran. Pernyataan beliau yang terkenal adalah semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real. Maksudnya adalah luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Menurut hegel, moralitas tertinggi di semesta ini moralitas pemikiran yang menjelma menjadi ucapan dan tindakan. Contoh sederhananya, di era millenial ini, untuk melihat moral seseorang bisa dilihat dari berbagai ujaran di medsos dan lain sebagainya, karena itu penjelmaan moral pemikiran dlm bentuk ucapan. Sedangkan kesantunan adalah jelmaan dari tindakan. Oleh karena itu, sebagai murid dan pendidik harus menjaga moral dengan baik, karena itu adalah pangkal dari kebarokahan ilmu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak didapat dari pengalaman inderawi saja tetapi konsep dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas jiwa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun