Mohon tunggu...
Jiebon Swadjiwa
Jiebon Swadjiwa Mohon Tunggu... Penulis

📖 Penulis | Jurnalis | Content Writer | Hidup untuk ditulis, menulis untuk hidup, dan apa yang saya tulis itulah diri saya!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Resep Puisi dari Dokter Palsu

7 Mei 2025   19:24 Diperbarui: 7 Mei 2025   19:24 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi tentang luka dan kepalsuan harapan yang dibalut dalam kata-kata puitis. (ChatGPT Image)

Puisi sering dipuja sebagai obat bagi jiwa yang terluka. 

Namun, tak banyak yang menyadari bahwa puisi juga bisa menjadi racun yang membius dengan indah. 

Kata-kata manisnya kerap meninabobokan rasa sakit, bukan menyembuhkannya. 

Kita diajarkan untuk memeluk duka, menuliskannya, lalu merasa lega, padahal mungkin kita hanya makin tenggelam. 

Dalam dunia di mana derita dijual sebagai estetika, puisi menjadi panggung bagi luka yang terus diromantisasi. 

Berikut puisi yang akan mengajak kita menelusuri sisi gelap dari bait-bait yang selama ini dianggap penyelamat.

Resep Puisi dari Dokter Palsu

Puisi adalah pil manis dalam bungkus luka,
Disuguhkan oleh dokter yang tak pernah belajar sembuh,
Ia menjanjikan tenang di tengah bising dunia,
Tapi menyelipkan racun dalam setiap suku kata yang luluh.

Ia berkata: "Tulislah rasa, maka kau akan lega,"
Padahal ia tahu, tinta hanya memperdalam sayatan,
Kata demi kata, suntikan ilusi tanpa jeda,
Mengubah air mata jadi karya yang ditertawakan.

Kertas jadi altar, tempat patah hati dikurbankan,
Dibakar bersama mimpi yang sudah mati,
Kita puja rasa sakit dengan penuh pengabdian,
Karena katanya, derita membuat puisi jadi abadi.

Lihatlah, harapan menjelma kata kerja pasif,
Bersolek dalam diksi seperti gadis jual diri,
Ia duduk manis di antara metafora yang destruktif,
Sambil menggoda pembaca agar ikut menangis lirih.

- Jiebon Swadjiwa - bdg,2025/7-5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun