Kesendirian bukan tentang menjadi satu-satunya, melainkan tentang menjadi satu dengan diri. Ia adalah mata air paling murni yang hanya bisa ditemukan oleh pejalan kaki paling sunyi.Â
Di sanalah kita mengurai simpul yang tak pernah bisa dilepaskan orang lain. Di sanalah kita belajar bahwa luka tidak selalu butuh obat, kadang hanya butuh ruang untuk bernapas.
Kesendirian juga adalah penulis yang tak dikenal, yang menulis puisi di dinding hati kita setiap malam. Kita membacanya saat dunia memalingkan wajah, saat tirai lampu telah diturunkan, dan yang tersisa hanya bayang-bayang perenungan. Ia menulis dengan tinta yang tak tampak, tapi menggores lebih dalam dari pena mana pun.
"Aku tidak pernah sendiri, hanya terlalu dalam berada di sisi yang tak terlihat."
Pada akhirnya, kesendirian bukanlah musuh. Ia adalah cermin retak yang memantulkan serpih-serpih keberadaan kita. Bukan untuk membuat kita utuh kembali, tetapi untuk menunjukkan betapa indahnya menjadi tak sempurna dalam kejujuran.
Dan barangkali, pertanyaannya bukanlah "Bagaimana caranya keluar dari kesendirian?"
Melainkan, "Apa yang selama ini kau hindari untuk temui di dalamnya?"
Silakan, dengarkan baik-baik. Mungkin, dari balik diam yang paling pekat, ada suara Tuhan yang paling dekat. ***
- Jiebon Swadjiwa - Bdg, 2025/5-4
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI