Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja sosial

Menulis itu kemerdekaan, menjadi humanis itu keharusan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Bercita-cita di Era Disrupsi?

10 Februari 2022   13:24 Diperbarui: 11 Februari 2022   06:13 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ilustrasi humanity | Sumber: pexels.com 

Sumber: pexels.com
Sumber: pexels.com

Pada artikel Ambiguitas Norma Sosial : Penyebab Konflik Orangtua dan Anak?, penulis beropini bahwa di era ini terjadi sebuah fenomena di mana norma sosial tidaklah sejernih/sejelas era sebelumnya. Dari mana sumber norma sosial tidaklah sejelas zaman sebelumnya. 

Dalam hal ini, media sosial cukup berperan dalam menghasilkan nilai-nilai baru yang berlaku secara tidak tertulis di masyarakat. Nilai-nilai baru tersebut bahkan sama sekali berbeda dengan nilai-nilai norma sosial di era sebelumnya.

Begitulah contoh bagaimana era disrupsi yang sarat akan perubahan cepat meninggalkan ambiguitas di berbagai aspek kehidupan. Arah perubahan tidak bisa diukur secara akurat. Kita hanya bisa berusaha membaca laju perubahan, bahkan hanya bisa menebaknya karena semua serba ambigu! Inilah karakteristik terakhir era disrupsi.

Bercita-cita di Era Disrupsi

Dunia anak-anak adalah dunia sarat cita-cita. Tak ada sesuatu yang membatasi seseorang untuk bercita-cita pada masa anak-anak. 

Lihat saja ketika dalam suatu kelas sekolah dasar, anak-anak ditanyai mengenai cita-cita. Mereka tak akan ragu menjawab (meskipun dengan wajah lugu dan malu-malu) apa profesi yang menjadi cita-cita mereka. 


Tapi apakah Anda sadari kalau pada era sekarang ini, ciri khas anak-anak yang bebas bercita-cita ini semakin melebar. Artinya, anak-anak menjadi semakin bebas bercita-cita. 

Stimulus yang mereka terima dari berbagai sumber informasi menjelma menjadi mata air inspirasi bagi anak-anak untuk bermimpi. 

Ketika yang mereka idolakan adalah seorang youtuber, maka kemungkinan besar anak-anak akan bercita-cita menjadi seorang youtuber. Jika idola seorang anak berprofesi sebagai penyanyi, maka ia berpotensi bermimpi menjadi seorang penyanyi. 

Letak persoalannya adalah bahwa medium informasi dan komunikasi yang mudah diakses anak-anak menyuguhkan manusia dengan beragam profesinya. 

Anak-anak bisa bisa saja mengidolakan banyak orang, dan kapan saja bisa berubah. Artinya, secara logika cita-cita mereka juga sangat berpotensi untuk berubah sewaktu-waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun