Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja sosial

Menulis itu kemerdekaan, menjadi humanis itu keharusan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Adopsi nilai-nilai "Pekerja Sosial" pada Pelajar

4 Oktober 2021   13:52 Diperbarui: 5 Oktober 2021   03:05 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | foto oleh pressmaster dari envato elements

Mengenai Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial mungkin belum begitu popular di negara kita. Menurut penulis, pekerjaan sosial merupakan jenis pekerjaan profesional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam banyak aspek kehidupan di masyarakat.

Hingga sekarang pekerjaan sosial terus berkembang. Tidak melulu dipengaruhi oleh teori-teori Barat saja. Pengetahuan lokal yang lebih relevan juga berperan dalam perkembangan pekerjaan sosial sekarang ini.

Misalnya dalam pendidikan masyarakat, para pendidik sekaligus pegiat sosial berusaha mensosialisasikan penggunaan pupuk ramah lingkungan kepada masyarakat yang sebagian mata pencahariannya adalah bertani. Pekerja sosial ini tentu berpraktik berdasarkan pengetahuan lokal yang diterapkan untuk pembangunan masyarakat lokal pula.

Sekarang ini pekerjaan sosial mulai meninggalkan pemahaman lama bahwa pembangunan sosial hanya dapat dicapai apabila ada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, upaya pembangunan sosio-kultural dan pendidikan harus dibangun terlebih dahulu, apapun kondisi ekonomi di masyarakat.

Mengenai Pendidikan: memproduksi manusia atau membangun manusia?

Di jaman “arus cepat” sekarang ini, pendidikan erat kaitannya dengan dunia industri. Sehingga orientasi masa depan anak adalah mendapat tempat di industri. Setidaknya inilah anggapan praktis penulis. Apakah salah ? Mari kita selidiki.

Jaman yang berubah demikian cepat tentu harus dihadapi, kita tak mungkin bisa hindari. Dan anak-anak harus dipersiapkan untuk itu.

Namun yang jadi soal adalah kacamata yang digunakan didunia pendidikan justru sudah bertentangan dengan prinsip pendidikan itu sendiri.

Pendidikan yang seharusnya berkutat dalam pembangunan manusia yang siap berkarya dan berguna justru beralih menjadi proses produksi manusia yang hanya memenuhi kriteria pasar tertentu.

Orientasi yang diterapkan juga adalah mencari uang, mencari uang dan mencari uang. Bekerja dalam pemahaman umum memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup (mencari uang). Namun apabila penanaman orientasi mengejar uang ini dilakukan sejak seseorang masih sekolah, maka akan berdampak pada kecintaan orang tersebut akan uang. Salah kaprah jadinya.

Apabila sifat cinta uang sudah ada pada seseorang sejak dini, maka kita perlu waspada. Tak heran bila dikemudian hari apapun profesi seseorang tersebut tetap saja cenderung timbul perilaku-perilaku yang mencerminkan keserakahan.

Ingat, pada dasarnya profesi apapun yang menjadi cita-cita anak-anak, semuanya melibatkan kerja mental, tidak hanya otot atau gerak mekanis.

Jika hal yang ditonjolkan pada pendidikan melulu tentang skill, olah keterampilan dan gerak mekanis saja sesuai kebutuhan pasar maka tak berlebihan menyebut proses tersebut sebagai produksi manusia.

Sayangnya pendidikan adalah proses membangun manusia bukan proses produksi manusia. Maka pembangunan mental anak harus diutamakan. Jika kini pelajar diharuskan untuk memenuhi kriteria skill tertentu, hal-hal yang menjadi pupuk untuk penumbuhan mental sama sekali tidak boleh diabaikan.

Sumber : haipedia.com/ Ilustrasi Pekerja Sosial
Sumber : haipedia.com/ Ilustrasi Pekerja Sosial

Prinsip kerja sosial ditanamkan pada pelajar?

Perubahan sosial dari skala terkecil sampai terbesar merupakan keseluruhan hasil dari perubahan karakter individu. Jadi, tidak selayaknya bicara ndakik-ndakik mengenai perubahan sosial skala besar apabila pembenahan karakter individu tak terjadi secara tepat dan akurat.

Bagi penulis, pendidikan di keluarga dan sekolah adalah hal penting dalam upaya mewujudkan perubahan social. Bahkan, kedua elemen utama tersebut berdiri digaris depan dalam pendidikan. Oleh karenanya pemupukan agen-agen perubahan social harus dimulai di rumah dan sekolah.

Namun timbul pertanyaan, dengan pupuk apa para pendidik di rumah maupun di sekolah dapat menyuburkan agen-agen perubahan social itu?

Menurut penulis, penerapan prinsip “kerja sosial” dapat menjadi alternatif yang bisa dilakukan di dunia pendidikan dalam menumbuhkan pribadi yang humanis dan peka terhadap persoalan lingkungan sosialnya. Karakter yang ada pada pekerja social cukup ideal menjadi role-model pelajar masa kini yang menurut penulis semakin anti-sosial (dalam arti tertentu).

Berikut beberapa poin yang menurut penulis layak jadi pertimbangan mengapa karakter pekerja social ideal layak ditanamkan pada pelajar (tanpa mengganggu cita-cita pelajar mengenai profesi tertentu) :

1. Prinsip berpikir dan bertindak integral

Sumber : pixabay.com || ilustrasi berpikir integral
Sumber : pixabay.com || ilustrasi berpikir integral

Berangkat dari fungsi pekerja sosial sebagai agen-agen yang berupaya membantu pengembangan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya, maka pekerja sosial ideal adalah manusia-manusia yang berpikir dan bertindak secara integral.

Dalam penyelesaian permasalahan sosial di masyarakat yang kompleks ini tentu harus melalui berbagai alternatif solusi yang kompleks dan beragam pula. Itulah prinsip yang menjadi napas kehidupan pekerja sosial.

Nilai inilah yang menurut penulis layak ditanamkan pada pelajar sejak dini. Dalam menghadapi kehidupan, pelajar harus menjadi terbiasa dengan berbagai jalan atau solusi. Bukan dibiasakan dengan penanaman cara berpikir yang sepotong-sepotong atau tidak menyeluruh.

Sumber : pixabay.com || ilustrasi konsep menyeluruh/tidak sepotong-sepotong
Sumber : pixabay.com || ilustrasi konsep menyeluruh/tidak sepotong-sepotong

Itu kenapa --sekali lagi penulis tekankan--, orang mengecap pendidikan bukan sesederhana hanya untuk siap kerja. Lebih luas dari itu, pendidikan harus membangun individu-individu yang siap membangun bangsa. Dibutuhkan individu-individu yang berpikir dan bertindak integral. 

Contoh dari pemikiran yang saklek adalah bahwa setelah pendidikan menengah atas, pelajar harus segera kuliah. Apabila tidak kuliah, maka dikhawatirkan semangat belajarnya menurun. 

Justru ada hal yang patut dipertanyakan. Kenapa diluar dunia akademis seseorang menjadi tidak semangat belajar ? Apakah ini pertanda kegagalan bersekolah bertahun-tahun ? Bukankah sekolah harus mengajarkan pelajar untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat dimana saja ?

Itulah kenapa berpikir integral wajib ditanamkan sejak dini. Terutama untuk pelajar yang memiliki perekonomian sulit. Bertindak integral sangat penting. 

2. Tidak lupa Desa

Pelajar adalah individu yang erat dengan pena dan buku. Ia terbiasa menulis dan membaca. Pelajar atau mahasiswa akrab pula dengan ratusan halaman buku-buku tebal. Demi matangnya intelektualitas seorang pelajar, buku memang menjadi konsumsi sehari-hari.

Tapi kita juga perlu tergelitik akan satu hal. Jangan-jangan karena terlalu asik dengan buku-buku tebal, diskusi-diskusi dan pengejaran prestasi-prestasi akademik pelajar justru lupa cara memegang gagang cangkul dan bagaimana menebar jala !

Sumber : pixabay.com || ilustrasi nelayan menebar jala
Sumber : pixabay.com || ilustrasi nelayan menebar jala

Pekerja sosial ideal adalah seorang agen perubahan masyarakat yang cinta akan lokalitas masyarakat Indonesia. Negara kita adalah negara agraris dan juga kepulauan. Sumber laut kita melimpah, tanah kita tanah surga.

Sumber : pixabay.com || ilustrasi petani membawa cangkul
Sumber : pixabay.com || ilustrasi petani membawa cangkul

Pekerja sosial mengenali kekayaan lokal karena itu adalah kunci Indonesia menjadi mandiri apabila dikelola dengan maksimal dan bijak.

Kemudian layakkah buku-buku tebal mengambil alih kecintaan pelajar akan desanya ? 

Pelajar perlu mengadopsi nilai ini dalam kehidupannya, apapun cita-cita dan pekerjaannya nantinya.

3. Tidak cinta uang

Sumber : pixabay.com || ilustrasi uang (dollar)
Sumber : pixabay.com || ilustrasi uang (dollar)

Sudah disinggung sedikit diatas, pendidikan saat ini erat kaitannya dengan dunia industri. Output pendidikan harus related dengan posisi yang diperlukan di industri. Hal ini tidak jadi soal tentunya. Hadapi saja perindustrian yang ada sekarang ini.

Namun poin yang penulis maksud adalah, mental seperti apa yang perlu dipersiapkan untuk pelajar-pelajar Indonesia dalam menghadapi dunia industri?

Mari kita belajar dari pekerja sosial. Pekerja sosial selayaknya tidak mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Bahkan jenis pekerja sosial yang ahli mencari dana (fundraiser) pun mencari uang bukan untuk dirinya sendiri, namun dengan tujuan keberhasilan pembangunan masyarakat.

Konsep siap kerja juga sering salah kaprah ditanamkan pada pelajar maupun mahasiswa. Konsep siap kerja keliru yang penulis maksud disini adalah siap kerja yang semu. Bekerja bukan semata-mata hanya untuk mencari uang. 

Ada sesuatu yang harus diinvestasikan untuk kehidupan mendatang. Investasi ini bukan dalam hal uang saja tentunya. Penanaman nilai-nilai luhur kepada pelajar adalah investasi utama.

Pendidik dan orang dewasa tentu tidak sedang mempersiapkan pelajar yang akan jadi kaya raya dan cerdas tapi terus menerus mengekspoitasi alam dan merugikan masyarakat bukan ?

Setidaknya menurut penulis sendiri, pribadi yang berorientasi uang kehidupannya akan bersifat konsumtif dan cenderung serakah. Sedangkan pribadi yang orientasinya kesejahteraan akan lebih bijak mengelola uang dan halus perilaku sosialnya.

Refleksi

Pekerja sosial yang penulis maksud adalah individu-individu yang hidup tidak untuk kepentingan dirinya sendiri semata-mata, tidak bekerja untuk memburu uang namun mengelola uang dengan bijak demi kesejahteraan, setidaknya untuk keluarganya sendiri, apapun profesi pekerjaannya.

Diharapkan, bila pembenahan ini dilakukan mulai dari tiap-tiap individu sejak dini, maka kemajuan masyarakat kemudian akan terjadi bertahap.

Pendidikan sekali lagi adalah kunci utama kemajuan masyarakat. Pendidikan bukan memproduksi manusia yang seolah-olah siap kerja, tapi nyatanya dipenuhi keserakahan dan nafsu mencari keuntungan, melupakan desa dan kearifan lokal Indonesia. Bukan manusia seperti itu yang dapat menjadi agen perubahan.

Agen perubahan ini adalah manusia yang humanis-religius dan peka terhadap permasalahan sosialnya. Dipundak pelajar lah nasib negeri ini kemudian.

Mari kita lakukan hal sederhana ini di mulai dari rumah dan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun