Di negeri kaya raya ini---dengan tambang emas yang luasnya bikin iri negara lain, laut yang penuh ikan, sawit yang menguasai pasar dunia, dan BUMN yang katanya "aset negara"---kita tetap butuh menyisir dompet rakyat sampai ke recehan terakhir. Ya, karena ternyata, satu-satunya sektor yang paling bisa diandalkan negara ini adalah... rakyat kecil.
Pemerintah kita begitu piawai membuat kebijakan pajak. Tiap tahun selalu ada saja gebrakan baru: dari pajak sembako yang hampir gol, PPN dinaikkan, pajak e-commerce, pajak influencer, pajak motor tua, pajak rumah warisan, sampai yang terbaru: UMKM dan warteg pun tak luput dari incaran. Bahkan kalau bisa, napas pun dikenai PPN, asal bisa dihitung.
Lucunya, meski rakyat makin patuh bayar pajak, negara tetap kere. Sumber Daya Alam kita? Diekspor mentah-mentah. BUMN? Banyak yang rugi, disubsidi terus, lantas digaji direksi dan komisarisnya ratusan juta rupiah. Korupsi? Jangan ditanya---baru ditangkap, besok keluar dengan remisi. Tapi ya sudahlah, toh semuanya demi "kesejahteraan bersama" versi elite.
Jadi tidak heran kalau negara ini seolah-olah tak bisa hidup tanpa memeras kantong rakyat. Pajak adalah napas negara, katanya. Bukan SDA, bukan industri, bukan hasil inovasi teknologi, bukan perbaikan sistem birokrasi. Pajak. Dan siapa yang jadi objek? Anda dan saya---rakyat biasa yang bahkan belum tentu kebagian subsidi BBM atau jatah bansos.
Maka kita harus mengerti, bahwa di republik ini, membayar pajak bukan cuma kewajiban, tapi juga bentuk "pengabdian tanpa pamrih". Karena meskipun kita patuh, transparansi negara tetap buram. Meski kita loyal, APBN tetap bocor. Dan meski kita bayar, pelayanan publik masih tersendat, pendidikan mahal, kesehatan berat, dan pekerjaan sulit didapat.
Singkatnya: jika Anda hidup di Indonesia dan merasa dipalak terus lewat pajak, tenang saja. Anda bukan korban. Anda adalah sumber daya utama negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI