Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring adalah salah satu buku yang saya "tinggalkan" di tahun 2024. Setelah membaca setengah dari seluruh isi buku tersebut saya menutupnya sambil menghela nafas panjang. Sambil memikirkan betapa beratnya hidup yang dilalui oleh Ayah saya yang kehilangan Bapaknya di usia muda, juga ketika beliau menjadi yatim piatu di usianya yang ke-40 tahun.
Lebih dekat lagi saya membayangkan saat itu bagaimana kehidupan sahabat saya yang sedang kehilangan Ibunya beberapa hari sebelum saya membeli buku tersebut. Rasanya sangat berat dan seakan isi kepala saya berubah menjadi ketakutan-ketakutan terhadap kematian atau ditinggalkan oleh orang yang disayang. Akhirnya saya memutuskan tidak melanjutkan buku tersebut untuk sementara waktu.
Namun, ketika tahun ini akhirnya dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ sebagai penulisnya singgah ke Kota Malang dalam rangkaian Book Tournya saya segera melingkari kalender, meminta izin pada suami untuk menjaga anak ketika saya pergi di tanggal itu, di Hari Minggu siang menjelang sore yang cerah.
Rangkaian acara book tour siang itu berlangsung tepat waktu, sehingga saya yang terlambat 5 menit ditambah 3 menit untuk membeli buku Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya yang akan dibahas siang itu harus puas dengan tempat duduk di belakang, mepet dengan rak buku dan agak "menjejalkan diri" di tengah ratusan orang yang hadir kala.
Hadir sebagai salah satu perwakilan dari club buku Payung Literasi Malang, saya mulai berbaur dan mencoba mendengarkan apa yang sudah dimulai oleh moderator. Pembahasan pertama dimulai dengan kenapa diberi judul Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya. Jika dibaca oleh anak pertanian, tidak ada yang namanya pohon semangka, karena sesungguhnya semangka tidak punya pohon.
Namun karena judul tersebut sudah terlanjur ada dan sudah masuk ke proses editing yang tidak bisa diubah lagi judulnya, selain itu juga tidak pula ditemukan padanan kata yang pas untuk menggambarkan keinginan sang penulis, jadilah pohon semangka tetap menjadi judul yang menurut saya justru lebih mudah diingat. Daripada kita menggunakan kata perdu semangka kan?Â
Yang menarik dari Book Tour kali ini adalah bahasan bab 2 dan bab 3 dari buku yang sudah masuk cetakan keenam bulan Mei 2025 kemarin.Â
Bab 2 membahas tentang Manusia dan Narasinya. Dokter Andreas bercerita bahwa dulu ia adalah orang yang pelupa. Hal tersebut diucapkan oleh Mamanya, setiap kali ada tamu dan Mama memperkenalkan anak kesayangannya tersebut pada tamu, beliau tidak akan lupa membahas betapa pelupanya Andreas kecil kala itu. Karena terus menerus didengar, secara tidak langsung dr. Andreas pun merasa bahwa dirinya memang pelupa dan seperti itulah ia.Â
Namun ia mulai meninggalkan kebiasaannya tersebut setelah masuk kuliah dan belajar tentang ilmu kejiwaan manusia. Juga lingkungan di sekitarnya, khususnya teman-temannya yang memberi dukungan serta pelajaran agar "pelupa" seharusnya tidak boleh menjadi identitasnya.
Sebegitu kuatnya narasi manusia yang dapat memengaruhi identitas kita. Seharusnya apa yang orang katakan tentang diri kita tidak serta menjadikan kita seperti itu selamanya. Oleh karena itu perlu menjaga jarak dengan narasi yang muncul dari orang lain. Agar kita pun tidak kehilangan identitas yang sesungguhnya dari diri kita.