Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kutukan Salib

4 Februari 2019   09:34 Diperbarui: 4 Februari 2019   09:48 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suana aksi massa di Kota Solo yang menolak ornamen menyerupai salib. Sumber: http://vito.id/2019/01/21/ormas-keagamaan-protes-ornamen-proyek-jalan-mirip-salib-di-solo/

Jauh sebelum menjadi simbol identitas Kristiani di abad kedua Masehi, salib telah menjadi ekspresi budaya di banyak bangsa. Dalam banyak budaya klasik, salib dihubungkan dengan tradisi dan ritus-ritus keagamaan. 

Konon bentuk salib sudah ada dan dikenal dalam masyarakat zaman batu di Eropa. Dalam budaya ini, salib digunakan dalam kultus yang berhubungan dengan kesuburan. 

Tanda salib dalam bentuk dua garis yang bersilang atau berpotongan juga sudah dikenal dalam sistem huruf hieroglifik yang menyimbolkan kehidupan. 

Dalam tradisi India Kuno, salib dalam bentuk swastika digunakan sebagai alat untuk menyalakan lilin, dan lagi-lagi ini menyimbolkan kekudusan dan kesucian. Bentuk swastika juga dimaknakan secara mistik sebagai yang menghadirkan cahaya dan pertolongan Tuhan.

Menarik untuk diingat, bahwa ketika aksi protes di Solo terhadap simbol menyerupai salib itu merebak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solo sempat menjelaskan bahwa ornamen tersebut sebenarnya menyimbolkan delapan mata angin. 

Bahwa simbol mata angina sebenarnya ingin menonjolkan kebijaksanaan lokal tentang bagaimana orang Jawa memahami dirinya dan memaknakan eksistensinya dalam kosmos. 

Pemaknaan ini ditarik dari fakta bahwa MUI Kota Solo mendiskusikannya dengan pihak Keraton Solo. Jadi, sebenarnya sejak awal sudah sangat ditekankan makna budaya dari simbol yang menyerupai salib itu.

 Menurut saya, penjelasan ini memang menjadi strategi yang baik untuk meredam upaya menghubungkan simbol itu dengan simbol keagamaan atau bahkan proses penyebaran agama tertentu. 

Menurut saya, menghubungkan ornament menyerupai salib dengan simbol delapan arah mata angina harus diberi maknanya yang lebih mendalam. Saya melihat bahwa penjelasan yang lebih mendalam tampaknya berkorelasi dengan makna "swastika" itu sebagai penunjuk arah. 

Sebagai penunjuk arah, swastika atau ornamen menyerupai salib dapat mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus. Jika berlawanan arah dengan jarum jam, simbol itu merujuk pada suatu kejelekkan, malapetaka, penyihir dan kuasa gelap. 

Sebaliknya, jika sejajar dengan arah jarum jam, simbol itu melambangkan normalitas kehidupan manusia sehari-hari. Dengan begitu, hadirnya simbol delapan arah mata angina di titik nol di Kota Solo itu memiliki makna "relasi konfliktual" antara yang baik dan yang buruk dan usaha manusia untuk selalu mewujudkan hal yang baik dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun