Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetap Tanpa Hadirmu

21 April 2018   23:15 Diperbarui: 22 April 2018   00:25 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di taman kota, tetap tanpa hadirmu. Sumber: pixabay.com dan diolah oleh YJ.

Malam minggu (sekali lagi) tiba tanpa hadirmu. Entahlah sudah berapa lama aku terduduk di sini, di taman ini. Tidak ada yang berubah dariku, aku kira. Kamu mungkin tidak suka dengan pengakuan ini. Tapi akuhanya  ingin berterus-terang. Aku masih sanggup menghitung berapa lama duduk di bangku tua ini sambil menghitung orang datang dan pergi. Dan tidak ada kau di antara mereka. Juga wewangi tubuhmu tidak mau kau kirim lewat angin sepoi.

Asal kau tahu, aku sudah tak bergairah lagi menanyakan ini. Tapi entah mengapa, kegundahan itu kembali menusuk kalbu. "Mengapa engkau tak kunjung datang, juga ketika sudah kupenuhi semua keingianmu? Ketika aku sudah tidak lagi bekerja di luar kota? Ketika aku sudah tidak menjadi anak mami lagi dan telah berani berada di luar rumah?

Ketika aku berhenti merokok, berhasil menghentikan kebiasaan malas mandi, tidak lagi membuang kotoran hidung di sembarang tempat, tidak lagi ngorok saat tertidur, dan entah berapa banyak "tidak" yang sudah berhasil kulakukan. Tapi itu tidak membuatmu mengubah pendirian.

Maka jadilah aku duduk di sini, di taman tua ini malam ini, hanya seorang. Aku berusaha untuk tidak mengulangi lagi seribu tanya. Juga tak ingin mengumbar rasa rindu yang menyesak di dada. Kurapatkan kaki sambil menggenggam handphone tuaku. Tatapan ku tidak beranjak dari seonggok batu yang kebetulan ada di antara telapak kakiku yang perlahan semakin tidak tampak oleh pekatnya malam.

Kota ini semakin sepi saja. Rasanya semakin sedikit orang yang lewat, atau malah tidak ada orang yang lewat? Harusnya aku tidak tahu karena sedari tadi tidak peduli. Tetapi sekarang, mengapakah aku memedulikan kehadiran orang-orang? Mengapakah aku mengharapkan canda dan tawa?

Mengapakah aku menginginkan ocehan anak-anak karena mainannya dirusak pemuda gelandangan yang lalu lalang? Mengapakah aku merindukan makian anak-anak tanggung yang suka bermain skateboard di taman ini, yang tidak pernah peduli pada rerumputan yang rusak karena lindasan papan beroda mereka?

Ya, aku merindu hadirmu yang hilang entah di mana. Aku kangen dipeluk, ingin dicandai dan dicubit. Aku kangen dikatain gendut, diledekin suka marah, dan dihina sebagai tukang cemburu. Aku senang kalau kau datang mengenakan celanan jeansmu yang sudah lusuh dan berbau dengan sedikit sobekan di lutut. Aku suka bajumu yang nyaris itu-itu saja.

Aku tak pernah lupa pada pita pengikat rambutmu, yang katanya kamu beli ketika berlibur ke kota Malang. Dan pernah aku hampir membuatmu tersinggung gara-gara aku terus mengulang pertanyaanku: Jauh-jauh ke Malang hanya untuk membeli pita rambut?

Aku tak sabar mendengar sekali lagi keluh kesahmu, soal dosenmu yang sukanya mengajar tanpa persiapan, yang kegemarannya adalah memberikan tugas mandiri tanpa pernah diperiksa. Aku ingat kamu pernah cerita soal temanmu yang membuat dosen menyebalkan itu naik pitam.

Pasalnya, seisi kelas sepakat untuk tidak bersuara, tidak mengeluarkan jawaban apapun ketika dia bertanya. Dan itu seru. Dosen itu marah lalu meninggalkan kelas. Tetapi karena dia harus menyelesaikan pengajarannya supaya bisa memenuhi beban kerjanya, dia masuk lagi ke kelas minggu depannya. Dan menghadapi kelas dengan keadaan yang tak pernah berubah. Dasar mahasiswa keparat, demikian aku menimpali.

Dan rindu itu terus saja membuncah tanpa pernah menyambut hadirmu. Entahkah seluruh kisah itu kau tutup? Entahkah canda tawa dan tingkah laku menyebalkan itu kau sudahi? Entahkah hari-hari berikutnya menjadi untaian malam tanpa pernah disinggahi mentari?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun