Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Pengungsi yang Terombang-ambing di Tengah Lautan

8 Juni 2021   15:00 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:22 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pengungsi berdesak-desakan di tengah kapal kayu di tengah lautan | Foto diambil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (https://refugeesmigrants.un.org/)

Mereka yang rela mempertaruhkan hidupnya dengan harapan akan hidup yang baru. Yang bebas dari konflik, kekerasan, peperangan, senjata api, ataupun roket. Butuh keberanian luar biasa untuk melakukan hal tersebut.

Mungkin setiap dari mereka yang mengarungi lautan memiliki makna 'laut' yang berbeda-beda. Bagi mereka yang selamat sampai negara tujuan, mungkin laut bagaikan sebuah jalan, sebuah 'perpanjangan tangan' yang mengantarkan mereka ke hidup yang baru. 

Mungkin itu yang almarhum Akong penulis rasakan hampir seratus tahun lalu, mengarungi Laut China Selatan dengan sebuah kapal kayu kecil, dari selatan Tiongkok dan bermuara di utara Pontianak. 

Makna akan berbeda bagi ribuan pengungsi yang gagal mencapai negara tujuannya. Mungkin 'laut' adalah secercah harapan terakhir yang gagal, sebuah perlindungan abadi ketika daratan kampung halamannya sudah tidak aman lagi. 

Dalam wawancara The Guardian (20/10/14) dengan Ahmed Salih yang mengungsi dari Suriah, menyatakan bahwa:

"Saya senang bisa sampai di Denmark, tetapi saya masih merasakan semua teman saya yang diatas kapal. Mereka yang sudah mendapatkan perlindungan di laut."

Satu hal yang pasti, satu hal yang sama: kejadian ini adalah hasil dari konflik, peperangan, dan perebutan kepentingan yang melupakan Hak Asasi Manusia. Mereka, para pengungsi yang terombang-ambing di tengah lautan, adalah korban pertama dari sebuah konflik peperangan. 

Sumber: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun