Sejauh ini, tata kelola pemerintahan berbasis elektronik (e-governance) menunjukkan kecenderungan yang semakin maju dan berkembang secara signifikan. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi serta terus melakukan inovasi untuk menunjang terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
E-governance telah menjadi instrumen penting dalam mendukung prinsip-prinsip good governance, seperti efektivitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan keadilan. Melalui penerapan sistem digital dalam layanan administrasi dan manajemen pemerintahan, proses birokrasi menjadi lebih cepat, terbuka, dan minim penyimpangan.
Pemerintah Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, terus mengembangkan berbagai aplikasi dan sistem elektronik seperti SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik), e-budgeting, e-procurement, e-musrenbang, serta portal layanan publik terpadu yang bertujuan untuk memberikan kemudahan akses layanan dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan maupun pengambilan keputusan.
Di samping itu, kemajuan e-governance juga mendorong terwujudnya transformasi digital di sektor publik, yang selaras dengan visi pembangunan nasional dan agenda reformasi birokrasi. Dengan kata lain, e-governance bukan sekadar soal digitalisasi sistem, tetapi juga mencerminkan perubahan paradigma dalam cara pemerintah melayani masyarakat: dari yang semula bersifat tertutup dan terpusat menjadi terbuka, inklusif, dan kolaboratif.
Untuk itu dalam rangka memberikan dukungan informasi yang memadai terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, perlu diselenggarakan sistem informasi pelayanan publik yang bersifat nasional, terpadu, dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk mengelola sistem informasi pelayanan publik secara efektif dan transparan. Sistem informasi tersebut sekurang-kurangnya harus memuat: (1) Profil penyelenggara, yang mencakup identitas lembaga atau instansi yang memberikan layanan; (2) Profil pelaksana, yaitu informasi mengenai petugas atau pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan layanan; (3) Standar pelayanan, berupa tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan layanan publik; (4) Maklumat pelayanan, yang berisi pernyataan kesanggupan dari penyelenggara untuk memberikan pelayanan sesuai standar yang ditetapkan; (5) Pengelolaan pengaduan, yaitu sistem untuk menampung dan menindaklanjuti keluhan, kritik, atau masukan dari masyarakat; (6) Penilaian kinerja, sebagai bentuk evaluasi terhadap kualitas layanan yang diberikan.
Dengan demikian penyediaan informasi ini tidak hanya sebagai bentuk pemenuhan kewajiban administratif, tetapi juga sebagai bagian dari perlindungan hak masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi yang terbuka dan dapat diakses dengan mudah akan memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Lebih dari itu, keberadaan sistem informasi pelayanan publik nasional juga menjadi landasan penting dalam mendukung transformasi digital di sektor pemerintahan, mendorong efisiensi birokrasi, serta memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan tanpa harus melalui proses yang berbelit-belit.
Dalam penerapan e-governance terdapat beberapa prinsip penting yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pertama, penerapan e-government dilaksanakan secara efektivitas, yang artinya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) secara berhasil guna dan sesuai dengan kebutuhan. Efektivitas ini bertujuan agar penerapan teknologi dalam pemerintahan benar-benar memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kualitas layanan publik. Kedua, penerapan e-government dilaksanakan secara keterpaduan, yaitu dilakukan melalui pengintegrasian seluruh sumber daya yang terlibat dalam mendukung SPBE. Keterpaduan ini penting untuk menghindari tumpang tindih sistem dan memastikan seluruh komponen saling mendukung dalam satu sistem yang terkoordinasi.
Ketiga, penerapan e-government dilakukan secara bersinambungan, yang berarti pelaksanaan SPBE harus berjalan secara berkelanjutan, terencana, bertahap, dan terus-menerus. Prinsip ini menunjukkan bahwa pembangunan sistem digital pemerintahan bukanlah proses sekali jadi, tetapi harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi yang terus berubah. Keempat, penerapan e-government bertujuan untuk efisiensi, yaitu mengutamakan penggunaan sumber daya secara tepat guna untuk mendukung SPBE. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi pemborosan dalam penggunaan anggaran, waktu, dan tenaga, namun tetap menghasilkan layanan yang optimal bagi masyarakat.
Kelima, penerapan e-government harus dilaksanakan secara akuntabilitas, yakni memberikan kejelasan mengenai fungsi, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban setiap unsur yang terlibat dalam pelaksanaan SPBE. Akuntabilitas ini penting untuk menjamin transparansi kinerja dan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Keenam, e-government diterapkan secara interoperabilitas, artinya diimplementasikan melalui koordinasi dan kolaborasi antar proses bisnis serta antar sistem elektronik. Tujuannya adalah untuk mendukung pertukaran data, informasi, atau layanan SPBE agar berjalan secara lancar dan terpadu antar lembaga pemerintahan. Ketujuh, e-government dilaksanakan dengan prinsip keamanan, yaitu menjamin kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (nonrepudiation) dari seluruh sumber daya yang mendukung SPBE. Keamanan menjadi aspek penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital yang digunakan pemerintah (Perpres No. 95 Thn 2018).
Dalam penerapan e-government, setidaknya terdapat tiga dampak positif utama yang dirasakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat,(Sudirman, F. A., & Saidin, S., 2022). yakni: Pertama, penerapan teknologi informasi dalam layanan publik memberikan kemudahan akses bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Masyarakat tidak lagi harus datang langsung ke kantor instansi pemerintah untuk mendapatkan informasi atau mengurus berbagai keperluan administrasi. Cukup dengan mengakses portal resmi pemerintah seperti website, aplikasi, atau media sosial yang dikelola oleh instansi terkait, masyarakat sudah dapat memperoleh informasi dasar, seperti persyaratan layanan, alur proses, dan bahkan dapat langsung mengisi formulir digital yang telah disediakan. Kemudahan ini tentu saja mempercepat proses pelayanan, mengurangi antrean fisik, serta meringankan beban biaya dan waktu masyarakat dalam mengakses layanan publik.
Kedua, e-government turut berkontribusi dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah. Informasi layanan yang disampaikan secara terbuka dan transparan, termasuk mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP), persyaratan dokumen, estimasi waktu pelayanan, serta besaran biaya yang dikenakan, memberikan kepastian dan rasa aman bagi masyarakat. Keterbukaan ini sekaligus mencegah berbagai bentuk maladministrasi, seperti penyimpangan prosedur, pungutan liar (pungli), ataupun penundaan layanan yang tidak jelas alasannya. Dengan demikian, sistem digital mendorong terciptanya pelayanan publik yang lebih bersih, jujur, dan profesional.