Dengan kata lain, pulau ini sedang belajar tampil di panggung dunia, meski kadang masih canggung, seperti model baru yang disuruh catwalk dengan sepatu hak tinggi.
Akses menuju Bawean? Tidak serumit birokrasi negeri ini, ups. Bisa lewat laut, bisa lewat udara, pilih sesuai mood dan isi rekening. Begitu tiba, semua keluh perjalanan akan luruh oleh panorama yang membuat Anda ingin bilang, “Kenapa saya baru tahu tempat ini sekarang?”
Namun, pertanyaan krusial tetap menggantung, apakah kita, bangsa ini, siap? Apakah wajah baru Pacitan, Malang, Gresik, hingga pulau-pulau semacam Bawean benar-benar mampu menghadirkan wisata kelas dunia dengan SDM yang siap bersaing?
Jangan-jangan Bawean akan jadi korban berikutnya, yang dipuji habis-habisan, lalu ditinggalkan setelah penuh sampah plastik.
Pulau Bawean bukan sekadar destinasi wisata, ia adalah peluang ekonomi, multiplier effect yang menunggu disulut. Dari pariwisata bisa lahir lapangan kerja, geliat UMKM, hingga kebanggaan baru Indonesia di mata dunia.
Tapi semua itu hanya bisa terwujud kalau pengelolaannya serius. Jika tidak, Bawean hanya akan jadi catatan kaki lain dalam buku ironi pariwisata Indonesia. Surga yang dijual murah, dikelola ala kadarnya.
Jadi, mau sampai kapan Bawean menunggu? Dunia sudah lapar akan destinasi baru. Dan Bawean? Mungkin, ia lelah menjadi rahasia kecil. So, tunggu apalagi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI