Papua memiliki modal demografis luar biasa: generasi muda yang produktif, berpendidikan, dan penuh semangat membangun daerahnya sendiri. Mereka tersebar di kampus, komunitas kreatif, organisasi sosial, dan bahkan di media digital. Sayangnya, potensi besar ini sering tak diberi ruang strategis dalam perencanaan pembangunan daerah maupun dalam komite-komite pusat.
Sudah saatnya Komite Eksekutif Otsus Papua membuka ruang partisipasi anak muda Papua  bukan sekadar sebagai tenaga pendukung, tetapi sebagai aktor utama dalam merancang dan mengeksekusi program. Anak muda yang tumbuh dan hidup di tengah rakyat lebih memahami denyut persoalan masyarakat: pengangguran, harga bahan pokok, pendidikan, dan kesenjangan sosial. Mereka bukan hanya paham masalah, tapi juga punya inovasi untuk solusi.
Melibatkan mereka berarti menghadirkan kebijakan yang lebih kontekstual dan adaptif. Sebab, anak muda Papua tidak hanya berpikir cepat, tapi juga bergerak dengan empati sosial yang tinggi.
Dari Pusat ke Daerah: Desentralisasi Aksi
Salah satu kelemahan dari pendekatan pembangunan Papua selama ini adalah terpusatnya pengambilan keputusan. Banyak kebijakan dirumuskan di Jakarta, sementara implementasinya di lapangan berjalan dengan interpretasi yang berbeda. Padahal, Papua memiliki keanekaragaman budaya, sosial, dan geografis yang menuntut pendekatan berbeda di setiap wilayah.
Komite Eksekutif Otsus Papua harus mampu menjadi jembatan yang hidup antara kebijakan pusat dan aspirasi daerah. Ia perlu membangun simpul koordinasi di setiap wilayah dari pesisir Mimika, dataran tinggi Paniai, hingga pesisir Nabire dengan melibatkan anak-anak muda lokal yang memahami konteks wilayahnya. Dengan begitu, pembangunan akan bergerak tidak hanya cepat, tapi juga tepat sasaran.
Dari Keluhan ke Solusi
Setiap program pembangunan di Papua seharusnya dimulai dari keluhan rakyat, bukan dari asumsi birokrasi. Keluhan rakyat tentang pendidikan yang mahal, kesehatan yang sulit diakses, atau harga barang kebutuhan yang tinggi adalah data sosial yang nyata  bukan sekadar wacana.
Generasi muda Papua yang paham keluhan rakyat dapat menjadi interpreter sosial antara pemerintah dan masyarakat. Mereka bisa menjembatani kebijakan dengan realitas di lapangan. Dalam konteks ini, partisipasi anak muda bukan pelengkap, tetapi kebutuhan strategis untuk memastikan kebijakan berjalan efektif.
Penutup: Membangun Papua dengan Kecepatan dan Kedekatan
Percepatan pembangunan Papua tidak akan berhasil jika hanya didorong oleh struktur formal tanpa jiwa partisipatif. Komite Eksekutif Otsus Papua harus bertransformasi dari lembaga administratif menjadi mesin sosial-ekonomi yang bergerak bersama rakyat.