Mohon tunggu...
Jemi Kudiai
Jemi Kudiai Mohon Tunggu... Pemerhati Governace, Ekopol, Sosbud

Menulis berbagi cerita tentang sosial, politik, ekonomi, budaya dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Otsus Papua Jilid II: Suara dari Kampung

3 Oktober 2025   02:18 Diperbarui: 3 Oktober 2025   02:18 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Otsus  Papua Suara dari Kampung (Sumber: JK.doc)

Pendahuluan: Otsus di Mata Orang Kecil

Ketika para pejabat sibuk berdebat soal angka triliunan dana Otsus, rakyat kecil di kampung hanya memikirkan hal sederhana: apakah ada beras untuk makan, apakah anak bisa sekolah, apakah puskesmas buka hari ini.

Otsus Papua 2.0 bagi rakyat kampung bukan soal politik besar, tetapi soal kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, suara orang kecil ini jarang sekali sampai ke meja kebijakan.

Mama-Mama Papua: Bertahan di Tengah Janji

Di pasar tradisional Nabire, mama-mama Papua terus duduk di atas noken, menjual sayur dan ubi dengan harga murah. Mereka tidak pernah tahu berapa miliar dana Otsus masuk ke daerah. Yang mereka tahu hanyalah: Harga beras naik, Pasar modern makin mendesak, Tidak ada perlindungan bagi mereka sebagai pedagang kecil.

Mama-mama Papua adalah wajah asli rakyat yang berjuang bertahan hidup. Namun, kebijakan Otsus tidak pernah menjawab jeritan mereka.

Anak-Anak Papua: Sekolah Masih Mimpi

Di banyak kampung, anak-anak berjalan kaki berjam-jam untuk sampai ke sekolah. Ada yang belajar tanpa buku, ada yang hanya duduk di ruang kelas tanpa guru karena guru lebih banyak di kota.

Bukankah tujuan Otsus salah satunya untuk memperbaiki pendidikan? Tapi kenyataannya, anak-anak Papua masih kalah jauh dibanding anak-anak di Jawa atau kota besar lain.

Jika negara benar-benar peduli, maka yang pertama harus diperhatikan adalah hak anak Papua untuk mendapat pendidikan yang layak.

Kesehatan: Puskesmas yang Sunyi

Tidak sedikit kampung di Papua yang memiliki bangunan puskesmas megah, tapi kosong. Obat tidak ada, tenaga medis jarang masuk, bahkan ada yang bangunan puskesmasnya berubah fungsi jadi gudang.

Bagaimana mungkin Otsus yang katanya "berpihak pada rakyat" bisa membiarkan rakyat sakit tanpa obat, ibu hamil tanpa bidan, bayi tanpa imunisasi?

Otsus dari Perspektif Hati, Bukan Angka

Seringkali pembahasan Otsus hanya berkisar pada data, anggaran, dan laporan pemerintah. Tetapi rakyat kecil tidak hidup dari angka. Mereka hidup dari kebutuhan nyata: makanan, sekolah, kesehatan, dan rasa aman di tanah sendiri.

Pendekatan humanis inilah yang sering hilang. Negara melihat Papua dari atas, dengan statistik dan proyek. Padahal, rakyat berharap kebijakan itu bisa dirasakan langsung di dapur, di kebun, di sekolah, dan di pasar.

Harapan dari Kampung

Rakyat kecil tidak menuntut banyak. Mereka hanya minta hal-hal sederhana:

1. Sekolah yang benar-benar ada guru setiap hari.

2. Puskesmas yang ada obat dan perawat yang melayani dengan tulus.

3. Pasar tradisional yang diberdayakan, bukan digusur oleh pembangunan modern.

4. Tanah adat yang dilindungi, bukan dijual tanpa persetujuan pemiliknya.

Itulah suara dari kampung, suara yang sering tenggelam oleh rapat-rapat pejabat.

Penutup: Saatnya Dengarkan Orang Kecil

Otsus Papua jilid II akan gagal lagi jika hanya dilihat dari kursi kekuasaan. Ia baru akan bermakna bila orang kecil di kampung merasa kehadiran negara dalam hidup mereka.

Mama-mama Papua, anak-anak sekolah, dan rakyat di pedalaman harus menjadi pusat perhatian, bukan sekadar objek statistik.

Otsus bukan hanya tentang uang, tetapi tentang manusia dan martabatnya. Jika negara mau benar-benar mendengarkan suara dari kampung, maka Papua akan menemukan harapan baru.

Tetapi jika suara ini terus diabaikan, maka Otsus hanya akan menjadi cerita lama yang berulang: janji yang tidak pernah ditepati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun