Mohon tunggu...
aris moza
aris moza Mohon Tunggu... Guru - menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

seorang yang lantang lantung mencari arti dan makna dalam setiap langkah kecilnya. lalu bermimpi menjadi orang yang dikenal melalui karya-karyanya, bukan rupa, bukan harta, bukan panggkat atau jabatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petaka Selepas 30 September Prahara Politik Taktik Prajurit Penumpas Jenderal

30 September 2020   19:31 Diperbarui: 30 September 2020   19:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peristiwa malam hari pada Tanggal 30 September atau dini hari itu membuat semua orang terlebalak. Hanya dalam satu malam 7 Jendral kebanggaan Indonesia terbunuh. Sebuah kisah pilu yang hanya ditemui di Indonesia, tidak terjadi di belahan bumi manapun. 7 Jendral terbunuh dalam satu malam. Naasnya terbunuhnya ke 7 Jendral itu bukan dalam keadaan perang. Melainkan intrik-intrik politik. Terbunuh oleh pasukannya sendiri.

Taktik politik macam apa yang sedang dijalankan oleh elit politik Negeri ini. Rakyat biasa hanya mengelus dada. Peristiwa itu membangkitkan kemarahan. Indonesia Geger, Peristiwa memilukan ini sungguh membuat bulu kuduk berkidik. Para Jendral harus tumpas disenapan prajuritnya.
Bagi rakyat jelata hanya bisa bertanya, Ada Apa? Namun tidak dengan para elit. Disanalah mula terjadinya geger ini.

Meskipun dalam film G30S/PKI yang menjadi standar sejarah PKI kala itu, memperlihatkan peristiwa memilukan dimana Para pasukan tentara Cakra birawa menculik dan membunuh Jendralnya sendiri. Namun dibelakang itu peran PKIlah yang menjadi kunci. Setidaknya itulah yang selama ini kita ketahui.

Pada gilirannya, peristiwa 30 September adalah pintu masuk dari geger Indonesia yang lebih besar. Dalam catatan yang ditulis oleh Guntur Romli di websitenya. Menyebutkan setidaknya ada 6 skenario yang mendalangi peristiwa 30 September itu.  Entah mana yang benar tetapi kesemuanya sama pada satu titik yaitu Politik para elit Negara.

Akibat dari prahara politik itu, orang-orang yang terafiliasi dengan PKI sebagai partai yang menjadi tersangka. Harus menerima akibatnya, ratusan ribu orang dijatuhi hukuman baik mati maupun penjara.

Menurut komnas HAM selepas peristiwa 30 September orang-orang yang dianggap PKI dan di jatuhi hukuman mati tanpa peradilan berkisar angka 500RB sampai 3JT orang.

Pembunuhan yang dianggap hukuman itu bukan dilakukan oleh aparat penegak hukum, melainkan rakyat sendiri yang merasa telah dirugikan oleh partai komunis. Hal ini seperti yang di sampaikan Bapak Suharto. Presiden Soeharto dalam memoarnya pada 1971 pernah menjelaskan mengapa sampai jatuh korban pasca-G30S. Analisis penyebab banyaknya pembunuhan dijelaskan Soeharto dalam pidato tahun 1971. "Ribuan korban djatuh di daerah-daerah karena rakjat bertindak sendiri-sendiri, djuga karena prasangka-prasangka buruk antargolongan yang selama bertahun-tahun ditanamkan oleh praktek-praktek politik jang sangat sempit."  Angka yang fantastis di era modern, kematian yang diakibatkan kisruh Politik.

Selepas peristiwa itu, Indonesia memulai babak baru. Di bawah komando Orde Baru.

Peristiwa diatas hendaknya menjadi pelajaran bagi kita. Setiap kekuasaan ada masanya setiap pertikayan selalu ada korbannnya. Semoga kejadian serupa tidak terulang kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun